Tolak Politik Uang, Sehatkan Demokrasi!

Ketua KPU Kota Cimahi Mohamad Irman, Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan Sri Suasti dan Ketua  Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat Abidin, Plt.Kasubbag Hukum Wina Winiarti dan Staf Subbag Hukum KPU Kota Cimahi Devi Yuni Astuti mengikuti Webinar Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan  seri 4 yang diselenggarakan oleh KPU Republik Indonesia. Webinar Series kali ini berjudul Pendidikan Pemilih dalam Pencegahan Politik Uang pada Pemilu dan Pemilihan, Selasa (5/10).

Acara dibuka dengan Sambutan dari Ketua KPU RI  Ilham Saputra, Anggota KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi serta Kepala Biro Partisipasi dan Hubungan Masyarakat Cahyo Ariawan, dan dimoderatori oleh Jurnalis I News TV Anisha Dasuki.

Hadir sebagai narasumber Anggota KPU RI Hasyim Asy'ari, Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu & Demokrasi August Mellaz, Akademisi Universitas Indonesia Sri Budi Eko Wardani serta Direktur Pembinaan Peran serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi Kumbul Kuswijanto Sudjadi.

Hasyim Asy’ari memaparkan materi berjudul Strategi Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih dalam Pencegahan Politik Uang. Disebutkan bahwa Politik uang adalah tindakan politik memobilisasi pemilih agar memilih Parpol dan Calon tertentu di TPS dengan memberi imbalan sejumlah uang, barang atau jasa dalam Pemilu/Pemilihan. Adanya politik uang yang muncul jelas akan menjatuhkan integritas dari Pemilu/Pemilihan itu sendiri yang seharusnya dijaga demi suksesi demokrasi menjadi berkualitas karena politik uang jelas hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja. Oleh karena besarnya dampak buruk politik uang inilah menjadi salah satu pencetus KPU mengadakan program Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan. Tujuan dilaksanakannya Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan akan berdampak pada peningkatan kualitas Pemilu dan Pemilihan di Indonesia dimana Pemilih dapat menggunakan hak pilihnya secara mandiri, rasional dan bertanggung jawab.

Perubahan Sistem Pemilu dan Perilaku Transaksional dalam Politik menjadi munculnya transaksi politik di Indonesia. Itulah yang disebutkan dalam materi berjudul Penyebab Dan Modus Praktik Transaksi Politik Dalam Pemilu Dan Pemilihan yang dibawakan oleh Akademisi Universitas Indonesia Sri Budi Eko Wardani. Sistem pemilu proposional terbuka yang diterapkan sejak Pemilu 2009 membawa perubahan dramatis pada hubungan representasi politik yaitu antara kandidat/wakil dengan  pemilih/konstituen.

Perubahan-perubahan tersebut, diantaranya dalam hal Pemilih yang (dapat) memilih langsung caleg pada surat suara merupakan terobosan besar bagi partisipasi pemilih setelah mengalami mobilisasi selama era Orde Baru, Caleg harus turun langsung menemui calon pemilih di daerah pemilihan untuk mengampanyekan diri dan program kerjanya, dan ini berimbas pada biaya politik yang dibutuhkan tiap caleg. Biaya politik caleg untuk kampanye menjadi beban yang ditanggung caleg, dan kebanyakan tanpa dukungan partai politik. Hal ini menimbulkan konsekuensi fase pemilu, setelah pemilu, hingga pemilu berikutnya menjadi fase yang harus dikelola oleh wakil di dapilnya agar dapat mempertahankan kepentingan politiknya (terpilih kembali). Siklus pemilu tersebut berdampak pada perilaku transaksional dalam politik.

Dalam materi yang berjudul Personal Vote Dan Candidate Center Politics Dalam Bingkai Pemilu Serentak, August Mellaz mengatakan pasca Pemilu 2009 muncul gejala personalisasi kandidat dan peningkatan biaya kampanye yang berorientasi personal dalam kompetisi elektoral Indonesia. Dua gejala tersebut makin menguat pada Pemilu 2014 khususnya pada pelaksanaan pileg. August pun memberikan rekomendasi agar dalam pelaksanaan pemilihan legislatif dengan daftar terbuka hendaknya diiringi dengan perubahan paradigma yang menempatkan caleg sebagai objek utama, setara dengan partai pada pileg.

Kumbul Kuswijanto Sudjadi menyatakan politik uang harus dilarang dalam penyelenggaraan pemilu maupun pemilihan kepala daerah sebab praktek ini dapat merusak sistem demokrasi itu sendiri. Selain itu politik uang juga akan melahirkan pemimpin yang tidak berkompeten serta tidak berintegritas. Hal ini dilatar belakangi potensi mereka apabila terpilih tidak fokus dalam bertugas, karena lebih ingin mencari cara untuk mengembalikan modal yang dikeluarkan selama proses kandidasi politik. Terlebih biaya politik di Indonesia untuk mengikuti kandidasi pemilu maupun pemilihan cukup tinggi.

Pada intinya, semua sepakat bahwa politik uang dapat merusak demokrasi serta merusak pemimpin yang akan terpilih nanti. Tema tentang politik uang sangat penting untuk dibahas mengingat politik uang masih terjadi di tengah masyarakat dan dapat meruntuhkan semangat demokrasi, dan diharapkan dapat memperkuat pengalaman dan pengetahuan mayarakat, khususnya kader Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan.