Peradilan Etik dan PTUN sebagai “Moment of Truth” bagi Penyelenggara Pemilu
Tanggal: 14 March 2022
Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan
Sri Suasti serta jajaran Sub Bagian Hukum KPU Kota Cimahi mengikuti secara
virtual Diskusi Reboan Seri 25 dengan tema Titik Singgung Putusan Peradilan
Etik dengan Putusan Peradilan Administrasi yang diselenggarakan oleh Pengadilan
Tata Usaha Negara Bandung secara hybrid, yaitu Luring di Ruang Pengadilan Tata
Usaha Negara Bandung dan Daring melalui aplikasi Zoom Meeting, Rabu (9/3).
Acara dibuka oleh oleh Wakil
Ketua PTUN Bandung Oenoen Pratiwi, dan dipandu oleh moderator Hakim PTUN
Bandung Irvan Mawardi. Hadir memberikan Pidato Pengantar Hakim Agung/Ketua
Kamar TUN MA RI Profesor Supandi, dan Pemantik Acara Ketua DKPP RI Profesor Muhammad.
Anggota KPU Provinsi Jawa Barat Idham Holik dan Hakim PTUN Bandung Dikdik
Somantri juga hadir dan bertindak sebagai Penanggapacara.
Dalam tanggapannya, Dikdik
Somantri mengingatkan bahwa Pemilu yang dikatakan berkualitas selain sukses
dalam proses, juga harus mencerminkan tertib hukum. Dengan adanya tertib hukum,
dipastikan memperkecil kemungkinan pelanggaran etik. Sehingga proses dan hasil
Pemilu lebih dapatdipertanggungjawabkan.
Berbicara tentang titik singgung
putusan peradilan etik dengan putusan peradilan administrasi dalam
penyelenggaraan Pemilu, Idham Holik menekankan bahwa sebenarnya semua bermuara
pada 11 prinsip penyelengaraan Pemilu sebagaimana tercantum dalam Bab II Pasal
3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yaitu dalam menyelenggarakan
Pemilu, penyelenggara Pemilu harus melaksanakan Pemilu dengan memenuhi prinsip :
Mandiri
Jujur
Adil
Berkepastian
hukum
Tertib
Terbuka
Proporsional
Profesional
Akuntabel
Efektif
Efisien
Dari sebelas prinsip tersebut, lebih banyak yang bersifat
etis daripada yang bersifat administratif. Menurut Idham, selain kesadaran
etis, yang paling penting adalah dapat mengaktualisasikannya dalam
penyelenggaraan Pemilu.
Ia juga menekankan tentang pentingnya prinsip kepastian
hukum dalam penyelenggaraan Pemilu. Setiap penyelenggara Pemilu selain memiliki
literasi etik, juga harus memiliki literasi hukum. Tanpa adanya literasi hukum,
kemungkinan untuk mengarah pada pelanggaran-pelanggaran Pemilu lebih besar. Maka
dari itu, prinsip etis dan prinsip hukum harus dilaksanakan oleh penyelenggara
Pemilu. Dengan berpegang teguh pada prinsip etis dan hukum, peradilan etik dan
PTUN dapat dijadikan moment of truth bagi
penyelenggara, yaitu moment penting untuk membuktikan kinerja pada publik sehingga
diharapkan dapat tercipta akuntabilitas publik. (*)