Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Agam menghadiri Bimbingan Teknis dalam rangka Peningkatan Kapasitas Penyelesaian Permasalahan Hukum Pemilu di Lingkungan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota Se-Sumatera Barat di Pangeran Beach Hotel, Padang yang dilaksanakan pada hari Sabtu & Minggu tanggal 7 & 8 Oktober 2023, diwakili oleh Nining Erlina Fitri selaku Anggota KPU Kabupaten Agam yang membidangi Divisi Hukum dan Pengawasan, Welzi Martson dan Faizal Imam Dharmawan selaku Kepala Sub Bagian Hukum dan Sumber Daya dan Staf.
Turut hadir memberi pengarahan Ketua KPU Provinsi Sumatera Barat Surya Efitrimen, Anggota KPU Provinsi Sumatera Barat Hamdan, Medo Patria, Ory Sativa Syakban, Sekretaris KPU Provinsi Sumatera Barat Firman serta Saldi Isra selaku Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sebagai narasumber di hari pertama.
Dalam pembukaannya, Surya Efitrimen selaku Ketua KPU Provinsi Sumatera Barat menyampaikan bahwa Bimbingan Teknis ini merupakan bekal untuk KPU Kabupaten/Kota dalam menghadapi permasalahan Hukum Pemilu Tahun 2024, untuk itu peserta diharapkan serius dalam mengikuti Bimbingan Teknis dan memanfaatkan kesempatan ini untuk memahami lebih dalam semua hal yang harus dilakukan dalam menghadapi permasalahan hukum nantinya.
Dalam arahannya, Anggota KPU Provinsi Sumatera Barat yang terdiri dari Ory Sativa Syakban Medo Patria berharap agar KPU Kabupaten/Kota saling berkoordinasi dengan Divisi dan Sub Bagian lain sehingga permasalahan yang terjadi, baik dari pencalonan, daftar pemilih, logistik ataupun saat pemungutan dan suara dan rekapitulasi dapat diminimalisir.
Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Provinsi Sumatera Barat, Hamdan, mengawali penyampaian materi dengan menjelaskan tentang Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 528 Tahun 2022 tentang Pedoman Teknis Penanganan Pelanggaran Administratif dan Sengketa Proses Pemilihan Umum. Hamdan berharap ke depannya, setiap KPU kabupaten/Kota yang bersengketa tidak lagi menggunakan format kronologis, jawaban, kesimpulan dan sebagainya sesuai lembaga yang mengadili, tapi berpedoman kepada Keputusan KPU Nomor 528 Tahun 2022.
Selanjutnya Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof Saldi Isra memaparkan tentang Tata Cara Beracara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum tahun 2024. Dalam menghadapi PHPU Tahun 2024, Mahkamah Konstitusi telah menetapkan beberapa Peraturan Mahkamah Konstitusi yang akan dijadikan pedoman bersama dalam menghadapi penyelesaian sengketa di Mahkamah Konstitusi, seperti Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2, Nomor 3 dan Nomor 4 tentang tentang Tata Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum untuk Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dewan Perwakilan Daerah serta Presiden dan Wakil Presiden. Selain itu juga disampaikan bahwa saat ini Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan Sengketa Hasil tidak hanya menghitung selisih hasil suara saja, namun juga mengadili pemilihan yang terindikasi terhadap kecurangan ataupun tahapan pemilihan yang tidak benar. Selain itu, demi menjaga integritas para hakim Mahkamah Konstitusi, maka hakim panel yang menyidangkan perkara tidak diperbolehkan lagi untuk menyidangkan perkara yang berasal dari daerah asalnya. Kegiatan dilanjutkan dengan simulasi sidang sengketa proses Pemilu di Bawaslu. Dimana masing-masing peserta diminta untuk menjadi sebagai majelis (Bawaslu), Pemohon dan Termohon. Setelah itu, peserta diminta untuk menyusun jawaban terkait penyelesaian sengketa proses Pemilu serta pelanggaran administrasi Pemilu disertai penyusunan alat bukti.
Kegiatan hari kedua diawali dengan materi dari Ketua PTUN Padang, Fitriamina, S.H.,M.H., yang menjelaskan tentang sengketa proses Pemilu di Pengadilan Tata Usaha Negara. Terkait sengketa proses di PTUN, KPU dapat mempedomani Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum di Pengadilan Tata Usaha Negara. Berdasarkan Pasal 1 angka 8 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2017 disebutkan bahwa Sengketa Proses Pemilihan Umum adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha Negara pemilihan umum antara partai politik calon Peserta Pemilu atau Calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota atau bakal Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden yang tidak lolos verifikasi dengan KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sebagai alat dikeluarkannya Keputusan KPU, Keputusan KPU Provinsi dan Keputusan KPU Kabupaten/Kota. Pengajuan upaya hukum ke PTUN dapat dilakukan dalam hal penyelesaian sengketa proses Pemilu di Bawaslu tidak diterima oleh para pihak (Pasal 469 ayat (2)). Jenis-jenis putusan PTUN adalah sebagai berikut : 1.Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya; 2.Menyatakan batal keputusan KPU/KPU Provindsi atau KPU Kabupaten Kota; 3.Memerintahkan Tergugat mencabut objek sengketa tersebut; 4.Memerintahkan Tergugat untuk menerbitkan keputusan penetapan Penggugat sebagai partai politik peserta pemilu,/pasangan calon Presiden dan Wapres/calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten /Kota; dan 5.Perintah membayar biaya perkara. Terhadap Putusan Sengketa Proses Pemilu di PTUN diputus oleh Majelis Hakim memutus sengketa proses Pemilu paling lama 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak gugatan dinyatakan lengkap yang putusannya bersifat final dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum banding, kasasi atau Peninjauan Kembali. Terhadap putusan tersebut, KPU wajib menindaklanjuti putusan PTUN paling lama 3 (tiga) hari sejak diucapkan.
Selanjutnya Ronni, S.H, M.H. yang merupakan Jaksa Fungsional dari Kejaksaan Tinggi Padang menjelaskan tentang Mitigasi Tindak Pidana Pemilu. Ronni menyebutkan bahwa Tindak Pidana Pemilu adalah tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana Pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Pemilu. Kejaksaan dalam posisi membantu pemerintah untuk mensukseskan Pemilu tahun 2024 bersama komponen bangsa lain untuk mengatasi setiap problematika yang terjadi pada pemilu 2024. Peran Kejaksaan sebenarnya tidak hanya terbatas pada penanganan perkara tindak pidana pemilu semata melainkan juga dalam perkara perselisihan hasil pemilu yang ditangani oleh bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, juga tidak kalah penting adalah peran intelijen Kejaksaan untuk melakukan deteksi dini terhadap setiap ancaman, gangguan dan hambatan yang terjadi selama proses pemilu berlangsung dan dibentuknya Posko Pemilu. Tujuannya untuk meminimalisasi ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan pada setiap tahapan Pemilu 2024 dan untuk mendukung serta menyukseskan penyelenggaraan Pemilu 2024. Secara teknis Posko Pemilu yang didalamnya terdapat pegawai Kejaksaan RI yang melaksanakan tugas dengan surat perintah akan melakukan pemantauan, pemetaan dan koordinasi dengan KPU, Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) dan pihak-pihak terkait di wilayah hukum masing-masing. Salah satu isu yang dapat menjadi ancaman, hambatan, gangguan dan tantangan adalah isu terkait Suku, Agama dan Ras (SARA) dalam penyelenggaraan Pemilu 2024. Dalam penegakan hukum pemilu dalam hal pelanggaran pidana Pemilu, maka dibentuklah Sentra Gakkumdu. Gakkumdu dibentuk untuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan Tindak Pidana Pemilu, Bawaslu, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
Narasumber terakhir adalah Muhammad Taufik, S.Ag., M.Si. Selaku Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Pergantian Antar Waktu (PAW) Unsur Masyarakat periode 2022-2023 dengan tema Penangan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu pada Pemilu Serentak 2024. Dalam paparannya disampaikan bahwa etika menjadi begitu penting karena dengan adanya etika maka terisilah lacunae atau ruang kekosongan yang dianggap banyak orang sering kali tercipta dalam praktik penegakan hukum yang lemah. Kehadiran etika adalah untuk mencegah proses perusakan (damaging process) terhadap institusi negara secara luas. Etika, yang telah dipositifkan menjadi nilai-nilai dalam sistem hukum menjadi roh dalam mekanisme penegakan hukum tampak di mata awam lebih banyak bertumpu pada pembuktian formil dan materiil, etika menegaskan bahwa prosedur formal penegakan hukum (termasuk penyelenggaraan Pemerintahan pada umumnya) yang berisi kesadaran untuk tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan. Etika untuk dijadikan sebagai landasan moral dan perilaku dalam hukum, untuk melaksanakan atau menjalankan berbagai macam jabatan kenegaraan dan pemerintahan (publik), yaitu jabatan sebagai penyelenggara negara dan pentingnya etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.