Program Rabu Ingin Tahu ynag diselenggarakan oleh KPU Provinsi Jawa Tengah merupakan agenda rutin mingguan yang dilakukan melalui metode daring, yaitu Zoom. Untuk Rabu tanggal 19 Mei 2021 KPU Provinsi Jawa Tengah menyajikan tema Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum.

Acara dimulai dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Selanjutnya pembukaan acara oleh Ketua KPU Provinsi Jawa Tengah dan bersambung dengan diskusi yang dipandu oleh mbak Nuke staf Bagian Hukum KPU Provinsi Jawa Tengah dengan narasumber Pak Taufik (Divisi Sosdiklih Parmas), Pak Paul (Divisi Data dan Informasi).

Substansi dari kode etik penyelenggara Pemilu adalah aturan atau rule yang mengatur dan mengikat penyelenggara Pemilu secara utuh dan menyeluruh. Meskipun pelanggaran kode etik tidak selalu melanggar hukum tetapi pada kenyataannya sering kali berpotensi menjadi pelanggaran yang berkonsekuensi mempunyai akibat hukum. Sesuai yang disampaikan oleh Pak Taufiq seringkali kelemahan kita sebagai penyelenggara Pemilu adalah kurang tuntas dalam membaca dan memahami materi tentang kode etik dikarenakan kita belum mengalami permasalahan tentang itu.

Secara internal KPU mempunyai program SIstem Pengawasan Intern Pemerintah (SPIP)  yang diharapkan bisa menjadi  solusi sebagai pengawasan awal. Tetapi program SPIP belum bisa maksimal dilakukan apabila ditemukan pelanggaran hukum internal dikarenakan relatif ada rasa sungkan atau keengganan secara emosional. Pengawasan internal terdiri dari komisioner anggota Divisi Hukum, SDM dan 1 anggota lainnya. Selama masih belum dinyatakan benar ada pelanggaran dan belum ada bukti-bukti atas pelanggaran tersebut maka yang dilakukan adalah pembinaan terlebih dahulu.

SPIP berlaku menyeluruh baik untuk jajaran komisioner dan bagi staf yang berstatus PNS atau tenaga pendukung dari Sekretariat dengan materi dan prosedur yang berbeda khususnya terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh ASN.

Berdasarkan kasus pelanggaran kode etik yang disidangkan di DKPP  mayoritas lebih banyak yang menghadirkan badan adhoc sebagai pelanggar kode etik. Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran kode etik oleh badan adhoc bisa menggunakan beberapa cara diantaranya adalah cek dan ricek menggunakan sipol untuk melihat keterlibatan calon anggota badan adhoc dalam keanggotaan aktif partai politik.

Pelanggaran yang dilakukan oleh badan adhoc dari kasus-kasus yang pernah ada tidak semuanya memang diniatkan untuk melanggar kode etik tetapi karena keadaan dan waktu yang tidak tepat dialami oleh Anggota badan adhoc. Menyikapi hal tersebut diperlukan sosialisasi lebih intensif tentang jenis-jenis dan kriteria pelanggaran kode etik penyelenggaraan secara menyeluruh dan terus menerus.

Untuk pelanggaran yang dilakukan oleh non penyelenggara contoh oleh lembaga pemantau proses yang bisa dilakukan melalui mekanisme pengawasan berkaitan dengan akreditasinya. Peraturan DKPP nomor 2 Tahun 2017 tentang putusan DKPP yang bersifat final dan mengikat bagaimana dengan upaya yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu yang melakukan upaya hukum pada institusi lainnya secara substansi tidak bisa dilakukan. Jika ada gugatan ke PTUN maka yang digugat adalah SK pemberhentian yang dikeluarkan oleh pejabat.

Dalam UU no 7 tahun 2017 mengikat hanya pelanggaran oleh penyelenggara pemilu sampai tingkat kabupaten/ kota dengan pengadu bisa dilakukan oleh siapapun. Sedangkan aturan DKPP melanjutkan sampai tingkat adhoc paling bawah yaitu jajaran KPPS.

Bekerjalah sesuai prinsip maka tidak aka nada pelanggaran kode etik (AB)