KPU Kabupaten Demak mengikuti webinar bertema “Penanganan Pelanggaran Administrasi dalam Pemilihan” yang diselenggarakan KPU Kota Salatiga. Acara yang dilaksanakan secara daring (20/9) tersebut, dibuka Ketua KPU Provinsi Jawa Tengah Yulianto Sudrajat. Sebagai narasumber Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Provinsi Jawa Tengah Muslim Aisha, Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Tengah Fajar Subhi A.K.Arif, serta Direktur dan Peneliti Pusat Studi hukum dan Teoriti Konstitusi UKSW Umbu Rauta.
Pada kesempatan tersebut, Ketua Bawaslu Provinisi Jawa Tengah Fajar Subhi A.K.Arif menyampaikan bahwa dalam penanganan pelanggaran administrasi, Bawaslu memiliki aturan yang tertuang dalam Perbawaslu 8 Tahun 2018 tentang penanganan pelanggaran administrasi Pemilu, dan Perbawaslu 9 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penanganan Pelanggaran Administrasi Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan Walikota dan Wakil Walikota yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif. Sedangkan di KPU, juga diatur dalam PKPU Nomor 25 Tahun 2013 tentang Penanganan Pelanggaran Administrasi Pemilu sebagaimana telah diubah dalam PKPU 13 Tahun 2014.
Penanganan pelanggaran administrasi pada pemilu dan pemilihan cukup berbeda. Jika pada penyelenggaraan Pemilu dalam UU 7 Tahun 2017, yang pelanggaran administrasi adalah Bawaslu, sedangkan pada Pemilihan KPU mememriksa dan memutus pelanggaran administrasi. “memeriksa ini kemudian dijabarkan lagi dalam PKPU 25 Thn 2013 menjadi menerima, meneliti, melakukan klarifikasi, melakukan kajian dan selanjutnya mengambil keputusan,” jelasnya.
Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPu Provinsi Jawa Tengah Muslim Asiha menyampaikan bahwa produk penanganan pelanggaran administrasi antara Pemilu dan Pemilihan juga berbeda. Pada penyelenggaraan Pemilihan produk penanganan pelanggaran administrasi adalah rekomendasi Bawaslu dan yang memutus adalah KPU, sedangkan pada Pemilu produknya adalah putusan dan dikeluarkan oleh Bawaslu. “Jadi kalau Pemilu berdasarkan UU 7 Tahun 2017, produknya adalah putusan. Pemahaman ini mungkin yang harus disamakan antar penyelenggara. Agar dalam pelaksanaannya tidak ada kesalahpahaman.,” tutur Muslim.
Sementara itu, Direktur dan Peneliti Pusat Studi hukum dan Teoriti Konstitusi UKSW menyampaikan bahwa setiap penyelenggara adalah sub system yang harus bersinergi untuk terwujudnya sistem pemilu yang adil, demokratis dan berintegritas. Penyelenggara pemilu harus menyadari dan memahami kewenangan dan batas kewenangan. Nama produk suatu lembaga penyelenggara pemilu cukup beragam . hal utama yaitu “daya ikat” terhadap lembaga lain sesuai perintah dalam Undang-Undang. Untuk rekomendasi, yang dalam KBBI bermakna saran, anjuran, pujian, namun dalam system norma harus secara kontekstual dan sistematis. Sementara untuk putusan lazimnya merupakan produk dari proses adjudikasi, sehingga dianggap lebh mengikat. Namun dalam beberapa hal, meski bertitel Putusan, ada putusan Bawaslu yang tidak final dan banding.
Pada kesempatan tersebut Umbu Rauta juga menjelaksan wewenang Bawaslu dalam penanganan pelanggaran administrasi berdasarkan UU 1 Tahun 2015 dan UU 7 Tahun 2017.