Kampanye Pilkada Kurang Greget

Kampanye Pilkada Kurang ‘Greget’

(Bambang Nugroho, S.H.)*

 

 

   Sebagian besar masyarakat bahkan seorang Presiden Joko Widodo sempat menanyakan kenapa masa kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota (Pilkada) serentak periode pertama tahun 2015 lalu dirasakan sepi  atau kurang ‘greget’. Demikian pula sebagian besar masyarakat merasakan dan menganggap masa kampanye Pilkada serentak putaran  kedua tahun 2017 yang diikuti 201 daerah terdiri dari 7 provinsi, 76 kabupaten dan 19 kota tidak terasa gaungnya bahkan juga dirasakan sepi atau kurang”greget”. Mengapa demikian? 

     Kampanye diartikan sebagai kegiatan menawarkan visi, misi, dan program pasangan calon dan/atau informasi lainnya, yang bertujuan mengenalkan atau meyakinkan pemilih melalui metoda: a. pertemuan terbatas; b. pertemuan tatap muka dan dialog; c.  penyebaran Bahan Kampanye kepada umum; d. pemasangan Alat Peraga Kampanye; dan/atau e. kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Alat Peraga

 

    Selama ini kesan atau pengertian kampanye semata-mata hanya dilihat dari jumlah alat peraga kampanye kampanye yang dipasang dan bahan kampanye yang disebar, berapa kali  rapat umum digelar dengan orasi politik dan konvoi kendaraan bermotor disertai hiruk pikuk kemeriaahan maupun ‘keributan’-nya sebagaimana pada Pemilu atau Pilkada sebelumnya.

    Selain hiruk pikuk saat kampanye rapat umum, juga boleh dikatakan ada ‘perang’ pemasangan alat peraga di setiap sudut kota maupun desa yang dipandang strategis, hingga bisa menimbulkan tindakan anarkhis antar pendukung. Karena ada ketersinggungan apabila alat peraga kampanye sampai rusak atau hilang, hingga muncul saling tuduh bahwa pihak lawanlah yang merusak atau menghilangkannya. Sekalipun itu bisa disebabkan hal lain misalnya tersapu angin, dirusak atau disobek orang gila dan sebagainya.

   Mengingat demikian rawannya konflik horisontal pada masa kampanye yang di sebabkan pemasangan alat peraga maupun rapat umum, maka Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi Undang-undang. Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati mengamanatkan bahwa kampanye pasangan calon difasilitasi KPU.

   Fasilitasi meliputi  pengadaan alat peraga sampai pemasangannya, pengadaan bahan kampanye, kampanye melalui media massa maupun elektronik dan debat publik melalui lembaga penyiaran publik yang mengakibatkan membengkaknya anggaran Pilkada. Di sisi lain ‘perang’ atau ‘kesemrawutan’ pemasangan alat peraga kampanye dapat ditekan, hingga mengurangi tensi munculnya konflik kearah tindakan anarkhis serta terjaganya ruang publik tetap bersih dari limbah visual.

    Hal itu karena ada pengaturan tentang jumlah, ukuran, bahan dan jenis alat peraga maupun bahan kampanye serta tempat-tempat yang boleh dan tidak boleh untuk pemasangannya oleh KPU. Untuk menyesuaikan kondisi sosial budaya  setempat peraturan itu dilokalkan oleh KPU Provinsi, Kabupaten/Kota melalui sebuah keputusan,  setelah ada kesepakatan antara pasangan calon bersama unsur keamanan dan Pengawas Pemilihan.

 

Waktu

 

    Panjangnya masa kampanye kurang lebih selama 106 hari kalender dari tanggal 28 Oktober 2016 atau tiga hari setelah penetapan nomor undian pasangan calon sampai dengan 11 Feburari 2017 atau tiga hari sebelum Hari-H, menjadi waktu yang cukup bagi tim kampanye pasangan calon untuk menyampaikan visi, misi dan programnya. Misalnya ada dua pasangan calon dengan alokasi jadwal kampanye secara bergantian, masing-masing ada waktu kampanye selama 53 hari. Namun jika pasangan calon lebih banyak, berarti alokasi waktu kampanye menjadi berkurang.

   Tim kampanye pasangan calon bisa menggunakan kampanye  dalam bentuk lain seperti kegiatan berupa a. Rapat umum dengan jumlah terbatas; b. kebudayaanan (pentas seni, panen raya, konser musik); c.  kegiatan olahraga (gerak jalan santai, sepeda santai); d.  perlombaan; d. kegiatan sosial (bazar, donor darah, hari ulang tahun); dan/atau f.  kampanye melalui media sosial.

   Panjangnya waktu kampanye  yang dapat dilakukan, sebetulnya tidak ada alasan bahwa kampanye Pilkada akan sepi atau kurang ‘greget’. Pasangan calon tinggal memanfaatkan seoptimal mungkin kesempatan tersebut, karena banyaknya perolehan suara tidak semata-mata diperoleh dari masa kampanye tetapi juga faktor lain seperti intensitas sosialisasi, parpol pengusung, karakter pasangan calon dan sebagainya.

Kampanye Pilkada sepi atau kurang ‘greget’ itu karena mindset selama ini kampanye adalah kegiatan rapat umum, konvoi sepeda motor dengan knalpot blombongan juga pemasangan alat peraga  bertebaran tak beraturan. 

Karena substansi kampanye adalah dikenalnya visi, misi dan profil pasangan calon kemudian pemilih menggunakan hak pilihnya untuk memilih pasangan calon secara cerdas serta rasional dalam menggunakan hak pilihnya.

 

*Penulis adalah Ka. Sub Bag. Hukum KPU Kab. Bantul.