Oleh : Edy Prayitno

Pemilu di Indonesia dalam perjalanannya penuh dengan history yang panjang dan peuh perjuangan dimana, Pemilihan umum (Pemilu)salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat, serta salah satu bentuk pemenuhan hak asasi warga negara di bidang politik. Pemilu dilaksanakan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Sebab, rakyat tidak mungkin memerintah secara langsung. Karena itu, diperlukan cara untuk memilih wakil rakyat dalam memerintah suatu negara selama jangka waktu tertentu. Pemilu dilaksanakan dengan menganut asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Jabatan-jabatan yang disini beraneka-ragam, mulai dari Presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa.

Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti Ketua Kelas atau Ketua Badan Eksekutif, walaupun untuk ini kata ‘pemilihan’ lebih sering digunakan. Sistem pemilu digunakan adalah asas luber dan jurdil. Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara. Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih. Pemilihan Umum mempunyai tiga fungsi utama, yaitu sebagai Sarana memilih pejabat publik (pembentukan pemerintahan),Sarana pertanggungjawaban pejabat publik, danSarana pendidikan politik rakyat.

Sejak merdeka tahun 1945, Negara Indonesia sudah melaksanakan pemilihan umum (pemilu) sebanyak 11 kali. Mulai dari pemilu pertama di tahun 1955 hingga pemilu tahun 2014. Pemilu pertama kali dilaksanakan di Indonesia dan sering disebut sebagai pemilu yang paling demokratis meski dalam pelaksanaannya saat itu situasi negara belum kondusif. Dengan jumlah peserta pemilu tak kurang dari 80 partai politik, organisasi massa, dan puluhan perorangan ikut serta mencalonkan diri. Dalam pemilu tahun 1955 dilaksanakan 2 (dua) periode yaitu pertama tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR dan kedua pada tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante.

Pemilu Kedua dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 1971 ini merupakan pemilu pertama sesudah orde baru. Dimana pada pemilu kedua ini diikuti 10 (sepuluh) partai politik dan partai baru golongan karya (Golkar) menjadi pemenang. Dalam pelaksanaan pemilu menggunakan sistem proporsional dengan daftar tertutup dan semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan. Pemilu 1971 banyak perdebatan antara pakar sejarah politik tentang kadar demokrasi, karena banyaknya indikator sebuah pemilihan umum demokratis yang tidak terpenuhi atau bahkan tinggal sama sekali.

Pemilu Ketiga dilakukan pada tanggal 2 Mei 1977. Secara proses tidak berbeda jauh dengan pelaksanaan pemilu di tahun 1971. Dalam pemilu 1971 diikuti oleh 3 (tiga) partai politik yakni PPP, PDI dan Golkar.

Pemilu Keempat dilakukan pada tanggal 4 Mei 1982. Sistem dan tujunannya sama dengan tahun 1977. Sedangkan partai politik tetap diikuti 3 Partai Politik yakni PPP, PDI dan GolkarHanya saja, komposisinya sedikit berbeda. Sebanyak 364 anggota dipilih langsung oleh rakyat, sementara 96 orang diangkat oleh presiden. Pemilu ini dilakukan berdasarkan Undang-undang No. 2 tahun 1980.

Pemilu Kelima dilakukan pada tanggal 23 April 1987. Masih dalam periode orde baru secara sistem dan tujuan pemilihan masih sama dengan pemilu sebelumnya yaitu memilih anggota DPR. Total yang tersedia adalah 500 kursi. Dari jumlah jumlah ini, 400 dipilih secara langsung dan 100 diangkat oleh Presiden Suharto. Sistem pemilu yang digunakan sama seperti pemilu sebelumnya, yaitu Proposional dengan varian party-list.

Pemilu kelima yang dilakukan secara periodik pada pemerintahan Orde Baru dilaksanakan pada tanggal 9 Juni 1992. Tidak jauh beda dengan pemilu sebelumnya, secara sistem dan tujuan juga masih tetap sama.

Pemilu keenam dilakukan pada tahun 1997 merupakan pemilu terakhir di masa pemerintahan Presiden Suharto. Pemilu ini diadakan tanggal 29 Mei 1997. Sistem dan tujuan penyelenggaraan pemilu masih sama yakni, Proporsional dengan varian Party-List. Dimana saat itu memilih 424 orang anggota DPR.

Pemilu kedelapan pemilu tahun 1999 yang sekaligus menjadi Pemilu pertama sesudah runtuhnnya orde baru dilangsungkan pada tanggal 7 Juni 1999. Pemilu ini diadakan di bawah kepemimpinan Presiden B.J. Habibie. Terselenggara di bawah sistem politik Demokrasi Liberal. Artinya, jumlah partai peserta tidak lagi dibatasi seperti pemilu-pemilu lalu. Dan partai politik yang ikuti dalam pemilu ini sebanyak 48 partai politik yang lolos verifikasi.

Tidak seperti pemilu-pemilu sebelumnya, Pemilu 1999 mengalami beberapa hambatan diantaranya dalam proses perhitungan suara, dimana terdapat 27 partai politik yang tidak bersedia menandatangani berkas hasil pemilu 1999. Masalah selanjutnya adalah pembagian kursi. Perbedaan antara Pemilu 1999 dengan Pemilu 1997 adalah bahwa pada Pemilu 1999 penetapan calon terpilih didasarkan pada rangking perolehan suara suatu partai di daerah pemilihan. Contohnya, Caleg A meski berada di urutan terbawah daftar caleg, jika dari daerahnya ia dan partainya mendapatkan suara terbesar, maka dia-lah yang terpilih. Untuk penetapan caleg terpilih berdasarkan perolehan suara di Daerah Tingkat II (kabupaten/kota).

Pemilu  kesembilan  Pemilu  2004 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 5 April 2004 untuk memilih 550 Anggota DPR, 128 Anggota DPD, serta Anggota DPRD (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009).

Sedangkan untuk memilih presiden dan wakil presiden untuk masa bakti 2004-2009 diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 (putaran I) dan 20 September 2004 (putaran II).

Pemilu 2004 merupakan sejarah tersendiri bagi pemerintahan Indonesia. Dimana untuk pertama kalinya rakyat Indonesia memilih presidennya secara langsung. Sekaligus membuktikan upaya serius mewujudkan sistem pemerintahan Presidensil yang dianut oleh pemerintah
Indonesia.

Sistem pemilu yang digunakan adalah Proporsional dengan Daftar Calon Terbuka. Proporsional Daftar adalah sistem pemilihan mengikuti jatah kursi di tiap daerah pemilihan.
Untuk memilih anggota parlemen, digunakan sistem pemilu Proporsional dengan varian Proporsional Daftar (terbuka). Untuk memilih anggota DPD, digunakan sistem pemilu Lainnya, yaitu Single Non Transverable Vote (SNTV). Sementara untuk memilih presiden, digunakan sistem pemilihan Mayoritas/Pluralitas dengan varian Two Round System..

Pemilu kesepuluh Pemilu 2009 merupakan pemilu ketiga pada masa reformasi yang diselenggarakan secara serentak pada tanggal 9 April 2009 untuk memilih 560 Anggota DPR, 132 Anggota DPD, serta Anggota DPRD (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2009-2014. Sedangkan untuk memilih presiden dan wakil presiden untuk masa bakti 2009-2014 diselenggarakan pada tanggal 8 Juli 2009 (satu putaran).

Pemilu 2009 dilaksanakan menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 2008. Jumlah kursi di tiap dapil yang diperebutkan minimal tiga dan maksimal sepuluh kursi. Ketentuan ini berbeda dengan Pemilu 2004.

Pemilu Kesebelas Pemilu Tahun 2014, seluruh rakyat Indonesia kembali akan melakukan pesta demokrasi terbesar yaitu pemilihan umum untuk menentukan tidak hanya anggota DPR, DPRD Tingkat 1, DPRD Tingkat 2, dan DPD, tetapi juga memilih presiden dan wakil presiden negeri ini. Pemilu legislatif akan dilakukan pada tanggal 09 April 2014 dan pemilu presiden akan dilakukan pada tanggal 09 Juli 2014.

Dengan perjalanan pemilu di Indonesia merupakan rangkaian sejarah kepemiluan dan demokrasi dalam menentukan pemimpin dan memilih wakil rakyat. Walaupun dalam perjalanannya sangat history Pemilu di Indonesia merupakan wadah rakyat dalam penyampaian aspirasi rakyat dalam berdemokrasi serta pemahaman pentingnya pemilu dan tanggung jawab pelaksanaan pemilu harus dipegang teguh oleh setiap individu, sehingga hal ini dapat mengurangi adanya golput ataupun keributan lain antar pendukung parpol. Pemahaman lain yakni  pemahaman dari aspek keagamaan, hal ini berperan untuk menghindari adanya kecurangan atau bahkan mencegah masyarakat untuk memilih calon yang diketahui berbuat curang dalam pemilu.