DAYA BERLAKU NORMA HUKUM

Norma Hukum dilihat dari segi daya berlakunya ada 2 (dua) jenis, yaitu norma hukum yang berlaku sekali-selesai (einmahlig) dan norma hukum yang berlaku terus-menerus (dauerhaftig).

 

 

1. Norma Hukum yang berlaku sekali-selesai (einmahlig), yaitu norma hukum yang berlakunya hanya satu kali saja atau sekali-selesai, jadi sifatnya hanya menetapkan saja, sehingga dengan adanya penetapan ini norma hukum tersebut selesai.

Norma hukum jenis ini sering dikenal bersifat penetapan (beschikking), yaitu norma hukum yang sifat addressaat-nya individual, materinya konkret, dan daya berlakunya sekali-selesai.

2. Norma Hukum yang berlaku terus-menerus (dauerhaftig), yaitu norma hukum yang berlakunya tidak dibatasi oleh waktu, jadi dapat berlaku kapan saja secara terus-menerus, sampai peraturan itu dicabut atau diganti dengan peraturan yang baru.

Norma hukum jenis ini sering dikenal bersifat pengaturan (regeling/regulation), yaitu norma hukum yang sifat addressat-nya umum, materinya abstrak, dan daya berlakunya terus-menerus.

 

Hans Nawiasky berpendapat bahwa norma hukum dalam suatu negara terdapat kelompok-kelompok:

1. Norma Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm)

2. Aturan Dasar/Pokok Negara (Staatsgrundgesetz)

3. Undang-undang Formal (Formell Gesetz)

4. Aturan Pelaksana dan Aturan Otonom (Verordnung dan Autonome Satzung).

 

1. Norma Fundamental Negara, yaitu norma tertinggi dalam suatu negara yang tidak dibentuk oleh suatu norma yang lebih tinggi, tetapi pre-supposed (ditetapkan terlebih dahulu) oleh masyarakat dalam suatu negara dan merupakan suatu norma yang menjadi tempat bergantungnya norma-norma hukum di bawahnya.

Norma ini merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau undang-undang dasar suatu negara (Staatsverfassung).

 2. Aturan Dasar/Pokok Negara merupakan aturan-aturan yang masih bersifat pokok dan merupakan aturan-aturan umum yang masih bersifat garis besar, sehingga masih merupakan norma tunggal dan belum disertai norma sekunder. Aturan Dasar/Pokok Negara dapat dituangkan di dalam suatu dokumen negara yang disebut Staatsverfassung atau Staatsgrundgesetz.

Aturan Dasar/Pokok Negara merupakan sumber dan dasar bagi terbentuknya suatu undang-undang (Formell Gesetz) yang merupakan peraturan perundang-undangan yang dapat mengikat secara langsung semua orang.

 3. Undang-Undang Formal (Formell Gesetz)

Norma dalam suatu UU sudah merupakan norma hukum yang lebih konkret dan terinci, serta sudah dapat langsung berlaku dalam masyarakat.

UU sudah dapat memuat norma hukum primer dan sekunder sekaligus, jadi tidak hanya norma hukum tunggal.

4. Peraturan Pelaksana dan Peraturan Otonom

Peraturan Pelaksana dan Peraturan Otonom merupakan peraturan-peraturan yang berada di bawah undang-undang yang berfungsi menyelenggarakan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang.

 

Peraturan Pelaksana bersumber kepada kewenangan delegasi, yaitu pelimpahan kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kepada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah, baik pelimpahan itu dinyatakan dengan tegas maupun tidak.

Peraturan Otonom bersumber kepada kewenangan atribusi, yaitu pemberian kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar (Grondwet) atau undang-undang kepada suatu lembaga negara/pemerintahan. Kewenangan tersebut melekat terus-menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap saat dibutuhkan sesuai dengan batas-batas yang diberikan.

 

Berdasarkan pendapat ahli tsb dapat dirumuskan sbb:

1. PKPU termasuk kategori norma hukum yang berlaku terus-menerus (dauerhaftig).

2. Keputusan KPU (SK KPU) termasuk kategori norma hukum yang berlaku sekali-selesai (einmahlig).

3. Kedudukan PKPU dalam hal materi muatan berupa pedoman teknis tahapan pemilu merupakan peraturan pelaksana dalam rangka pelaksanaan wewenang delegasi, karena ada pendelegasian dari ketentuan dalam UU Pemilu.

4. Kedudukan PKPU dalam hal materi muatan berupa urusan tata kerja KPU merupakan peraturan otonom dalam rangka pelaksanaan wewenang atribusi. Sebagai lembaga, KPU berwenang mengatur hal-hal yg berkaitan kelembagaan KPU, tentu harus berdasar tugas dan wewenang yg diatur dalam UU agar materi yg diatur masih dalam ruang lingkup tugas dan wewenang KPU, dan agar tidak melampaui wewenang.

 

Dalam konteks penentuan jadwal, tahapan dan kegiatan Pemilu dan Pilkada, termasuk di dalamnya penentuan Hari-H tanggal pemungutan suara, dengan tujuan agar tertib hukum, maka alur yang ditempuh adalah sebagai berikut:

1. Penentuan Hari-H pemungutan suara dirumuskan dan ditentukan dalam PKPU tentang Tahapan, Jadwal, dan Program Kerja. Karena perumusan tahapan dalam PKPU, maka dalam perumusan melalui prosedur konsultasi dalam rapat kerja (RDP) antara KPU, DPR dan Pemerintah.

2. Berdasarkan PKPU Tahapan tersebut dijadikan dasar/rujukan untuk penerbitan SK KPU tentang Hari-H pemungutan suara.

 

Hasyim Asy’ari. Anggota KPU Republik Indonesia.