MEMBEDAKAN MoU DAN PERJANJIAN KERJASAMA

Sebagai lembaga pemerintahan, KPU akan selalu bersingungan dengan produk hukum, seperti Peraturan KPU, Keputusan, hingga Perjanjian Kerja Sama. Untuk memahami terkait hal tersebut menjadi sangat penting menyongsong pemilu dan pemilihan 2024.

KPU Kota Salatiga mengikuti Web Seminar bertajuk “Penyusunan Keputusan dan Perjanjian Kerja Sama di Lingkungan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota” yang diselenggarakan oleh KPU Provinsi Jawa Tengah. Acara mengundang Kepala Biro Perundang-Undangan KPU RI, Nur Syarifah sebagai narasumber, Kamis (18/11).

Anggota KPU Jawa Tengah, Muslim Aisha menyampaikan harapannya bahwa meskipun tema tentang MoU dan Perjanjian Kerja Sama, narasumber juga diharapkan bersedia berbicara terkait produk hukum lain. Seperti halnya Ia kekhawatir terhadap penerbitan pedoman teknis yang merupakan turunan dari Peraturan KPU, namun pada praktiknya, seolah hanya copy-paste dari PKPU tersebut.

 “Hukum adalah tulang punggung dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada,” ujar Nur Syarifah membuka paparannya. Ia menjelaskan, bahwa penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada yang baik adalah yang jarang mengalami gugatan. Maka perlu dicegah dengan menerbitkan aturan hukum yang baik untuk menghindari celah-celah yang dapat memicu gugatan.

Menjawab kekhawatiran Muslim, Nur Syarifah menjelaskan bahwa dalam  Undang-Undang Pilkada, KPU memiliki wewenang untuk menyusun dan menetapkan pedoman teknis. Namun, belum ada penjelasan lebih lanjut terkait aturan penyusunan pedoman teknis tersebut.

Membahas mengenai MoU atau Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama, Nur juga menjelaskan perbedaan mendasar antara MoU dan Perjanjian Kerja Sama. Menurutnya, MoU adalah pra kontrak dari Perjanjian Kerja Sama dan belum memliki kekuatan hukum yang mengikat. Sedangkan Perjanjian Kerja Sama adalah tindak lanjut dari MoU yang memuat aturan lebih detil lagi termasuk hak dan kewajiban yang mengikat pihak yang terkait.

 “MoU atau Nota Kesepahaman adalah naskah dinas yang berisi kesepakatan di antara pihak untuk berunding dalam rangka membuat perjanjian. Nota Kesepahaman bukan kontrak atau perjanjian, karena kontrak atau perjanjian baru akan terbentuk setelah hal-hal yang belum pasti pada saat pembuatan Nota Kesepahaman telah dapat dipastikan,” jelasnya.

Lebih lanjut lagi, Nur Syarifah menyebutkan bahwa pihak yang dapat melakukan nota kesepahaman dengan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota hanyalah Pemerintah Daerah dan/atau Perguruan Tinggi yang terakreditasi. Selain itu, ruang lingkup nota kesepahaman paling sedikit meliputi, 1) kegiatan sosialisasi kepemiluan; 2) pendidikan pemilih; dan 3) peningkatan partisipasi masyarakat dalam Pemilu dan/atau Pemilihan.

 Nur menambahkan, saat ini kewenangan penerbitan MoU ada pada KPU RI. Namun dalam rancangan revisi Peraturan KPU terkait tata naskah dinas, akan ada Pasal yang mengatur KPU Provinsi maupun KPU Kabupaten/Kota akan memiliki kewenangan untuk menerbitkan MoU dengan persetujuan dari Ketua KPU. “Jadi nantinya kewenangan penerbitan Perjanjian Kerja Sama bisa Ketua KPU, Sekjen KPU, Ketua KPU Provinsi, Sekretaris KPU Provinsi, Ketua KPU Kabupaten/Kota, dan Sekretaris KPU Kabupaten/Kota,” katanya. (hmskpusltg/hnk)