MEMAHAMI KEDUDUKAN PERATURAN DAN KEPUTUSAN

KPU Kota Salatiga mengikuti webinar bertajuk “Bimbingan Teknis Penyusunan Produk Hukum di Lingkungan KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota.” Kegiatan sesi pertama dengan materi “Legal Drafting” yang disampaikan oleh Lita Tyesta, Dosen Ilmu Perundang-Undangan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Kedua “Kedudukan Peraturan KPU, Keputusan KPU Provinsi dan Keputusan KPU Kabupaten/kota Secara Hukum yang disampaikan oleh Bambang Setyabudi, Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah, Selasa (8/11).

“Hukum yang baik adalah hukum yang mudah di jalankan. Kita (KPU) yang baik adalah kita yang bisa secara mudah menyusun keputusan tanpa ragu, tanpa bimbang dan menimbulkan kekhawatiran,” kata Muslim Aisha saat memberikan pemantik diskusi.

Muslim menjelaskan bahwa segala hal yang dilakukan oleh KPU merupakan cerminan regulasi. KPU melaksanakan konstitusi, undang-undang, putusan pengadilan, dan juga memproduksi regulasi berupa peraturan dan keputusan. Hal tersebut sebagai bagian dari melaksanakan perundang-undangan. Dan KPU tidak boleh ingkar atau melakukan sesuatu yang bertentangan dari hukum dan ketentuan perundang-undangan tersebut.

Urgennya keterkaitan KPU dan regulasi inilah yang kemudian mengerucut pada kebutuhan akan pemahaman tentang perundang-undangan serta kepandaian dalam teknis menyusun regulasi. Kebutuhan-kebutuhan tersebutlah yang kemudian melatarbelakangi acara webinar tersebut.

Selaras dengan harapan Muslim Aisha terkait pentingnya kepandaian teknis penyusunan regulasi, Lita Tyesta menegaskan bahwa setiap penyusunan regulasi wajib tertib prosedur pembentukan dan substansi peraturan perundang-undangan. Tertib prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan ini memiliki makna bahwa setiap penyusunan regulasi harus memenuhi prosedur atau tahapan yang meliputi perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangan peraturan perundang-undangan.

Selain itu, penyusunan peraturan perundang-undangan haruslah berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Tidak terpenuhinya tertib ini berimplikasi pada cacat prosedur dan pembatalan keseluruhan peraturan perundang-undangan oleh MK atau MA.

Sedangkan yang dimaksud dengan tertib substansi menurutnya adalah bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus selaras dengan Pancasila sebagai cita hukum, UUD NRI 1945, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau yang setingkat, putusan pengadilan yang sudah inkracht, dan asas materi muatan peraturan perundang-undangan. “Implikasi dari tidak terpenuhinya tertib ini adalah hak uji materiil yang dapat membatalkan materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari peraturan perundang-undangan oleh MK atau MA” jelasnya.

Sementara Bambang Setyabudi menyebutkan bahwa meskipun Peraturan KPU tidak secara eksplisit disebut dalam hierarki peraturan perundang-undangan yang disebut di Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, namun keberadaannya diakui dalam Pasal 8 pada undang-undang yang sama.

Peraturan KPU termasuk pada jenis peraturan perundang-undangan lainnya dan  mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Pembentukan peraturan perundang-undangan lainnya ini dapat berdasarkan delegasi, yakni diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau atribusi, yakni dibentuk berdasarkan kewenangan. (hmskpusltg/hnk)