SERI ADVOKASI HUKUM KEPEMILUAN V : IDENTIFIKASI PERMASALAHAN HUKUM DALAM TAHAPAN SOSIALIASI

Kegiatan Seri Advokasi Hukum Kepemiluan yang di selenggarakan oleh KPU Provinsi Jawa Tengah sudah memasuki seri yang ke lima pada kamis (18/8/2022). Pada seri kali ini mengangkat tema “Identifikasi Permasalahan Hukum Dalam Tahapan Sosialisasi”. Dihadiri oleh seluruh Anggota KPU Kabupaten/Kota dengan Narasumber Ita Efiyati, SH (Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Kabupaten Sukoharjo) dan Syamsul Huda (Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Kabupaten Klaten).

Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih dimaknai sebagai proses penyampaian informasi kepada calon pemilih untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran pemilih tentang Pemilu. Maka hal ini menjadi sangat penting untuk dilaksanakan dengan benar dan sesuai dengan aturan yang ada, jangan sampai sosialiasi dan pendidikan pemilih  yang di harapkan agar mensukseskan Pemilu justru malah kontraproduktif dengan apa yang di harapkan, bahkan bisa berakibat permasalahn hukum, Ujar Ita Efiyati.

Ada indikator yang mengindikasikan bahwa sosialisasi dan pendidikan pemilih yang sudah dilaksanakan menunjukan keberhasilan, seperti minimnya surat suara yang rusak, atau berkurangnya Money Politik, netralitas ASN, minimnya berita Hoax dll.

Ita menambahkan, bahwa ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk mencapai keberhasilan proses sosialisasi dan pendidikan pemilih seperti berkolaborasi dengan berbagai elemen masyarakat, membentuk relawan Demokrasi, peran Partai Politik, dan di support oleh anggaran.

Syamsul Huda menceritakan, bahwa di Kabupaten Klaten pada Pilkada tahun 2020 yang lalu, dari total 77.882 ribu pemilih ada lebih dari 3,1% surat suara yang tidak sah, Ini menjadi bahan evaluasi apa sebenenarnya yang menyebabkan  surat suara yang tidak sah cukup banyak, dan bisa disumpulkan bahwa salah satu faktornya adalah banyaknya ketidakfahaman pemilih terkait teknis pencoblosan. Hal ini dikarenakan kurang efektif dan kurang perataan kegiatan sosialisasi yang sudah di laksanakan, maka perlu ditindak lanjuti agar hal ini tidak terulang di Pemilu maupun Pilkada yang akan datang.

Menanggapi hal tersebut, Puji kusmati (KPU Kota Surakarta) mengatakan bahwa sosialiasi dan pendidikan pemilih sering kali hanya berfokus pada aspek kuantitas pemilih, tetapi kemudian tidak memperhatikan apakah masyarakat sudah benar-benar faham terkait berbagai hal mengenai pemilu yang di sosialisasikan, calon pemilih seharusnya tidak hanya di dorong pada aspek kuantitas tetapi harus juga di dorong pada aspek kualitas.

“Keberhasilan sosialisasi tidak melulu dilihat dari tingginya tingkat partisipasi pemilih di TPS, namun membangun pemahaman di masyarakat terkait proses pelasanaan pencoblosan sehingga minimnya surat suara yang tidak sah itu juga hal yang sangat penting dalam keberhasilan sosialisasi”

Maya Yudayanti (KPU Kabupaten Boyolali), juga memberikan tanggapan bahwa sosialisasi tidak hanya pada tataran elemen masyarakat namun harus di berikan juga kepada Partai Politik peserta pemilu.

“Ada satu caleg dari salah satu partai politik peserta pemilu yang kena kasus pidana karena membagikan sembako kepada masyarakat pada saat kampanye, Setelah di selidiki ternyata hal tersebut terjadi karena kurang fahamnya caleg tersebut terhadap peraturan yang ada terkait pelaksanaan kampanye” Ujar Maya.

Sementara itu, Nailina Paramita Najati (KPU Kabupaten Blora) menanyakan bagaimana penyampaian sosialisai yang benar terkait keikutsertaan perempuan dalam pemilu, karena pada dasarnya perempuan juga ikut serta dan punya peluang 30% di kursi legislatif dan ini harus di informasikan kepada masyarakat, namun seringkali hal ini menjadi ambigu dan masyarakat seringkali justru beranggapan bahwa petugas sosialisasi berpihak kepada caleg perempuan.

Menanggapi permasalahan tersebut, Wiwin (KPU Kota Salatiga) berpesan bahwa ada beberapa aspek yang harus diperhatikan pada saat sosialisasi. yang pertama, materi yang di sampaikan harus jelas dan tidak bersifat ambigu yang bisa berpotensi salah tafsir. Kedua, Waktu pelaksanaan harus sesuai dengan jadwal, kapan sesuatu itu harus di sosialisasikan dengan tepat. Ketiga, Dalam menentukan tempat pelaksanaan sosialisasi harus di posisi yang netral dan tidak melanggar peraturan, yang terakhir adalah bagaimana sosialisasi itu di dukung dengan pendokumentasian dengan baik. Apabila hal ini dilakukan dengan benar maka kemungkinan besar permasalahan-permasalahan terkait sosialisasi tidak akan terulang pada Pemilu atau Pilkada yang akan datang.