Sebagai negara hukum, Indonesia menjamin keadilan bagi seluruh warga negaranya. Disebut sebagai negara hukum demokratis karena didalamnya mengakomodasikan prinsip prinsip negara hukum, diantaranya asas legalitas, perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), keterikatan pemerintah pada hukum, adanya penegakkan hukum dan pengawasan pelaksanaan hukum (Kusnadi, 1998 : 155). Kekuasaan politik tertinggi dalam suatu negara dan dalam suatu masyarakat hukum yang lebih rendah diputuskan oleh badan perwakilan, yang diisi melalui pemilihan umum (Muntoha, 2013 : 5). Sejatinya pemilu merupakan salah satu pilar demokrasi yang juga merupakan sarana implementasi kedaulatan rakyat dalam menentukan perwakilan dalam menjalankan pemerintahan. Keberhasilan pemilu sangat dipengaruhi oleh seberapa besar tingkat kesadaran politik masyarakat di negara tersebut yang mana akan terefleksi pada seberapa besar partisipasi masyarakat dalam pemilu.
Hak pilih dalam pemilu bersifat umum di mana semua orang memiliki hak yang sama tanpa adanya diskriminasi. KPU sebagai lembaga negara yang diberikan mandat oleh Konstitusi untuk menyelenggarakan pemilu berkewajiban menjamin hak politik warga negara tidak hanya di tingkat pusat, tetapi juga sampai di tingkat kabupaten/kota. Sebagai bagian dari warga negara, tentunya penyandang disabilitas (diffable) juga harus diberikan perhatian dalam mendapatkan akses untuk memberikan hak politik. Pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan bahwa penyandang disabilitas mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemilih, sebagai calon anggota DPR, sebagai calon anggota DPD, sebagai calon Presiden/Wakil Presiden, sebagai calon anggota DPRD, dan sebagai penyelenggara pemilu. Hal ini menjadi sebuah tantangan bagi KPU untuk mempersempit jurang pemisah antara penduduk biasa dengan penduduk berkebutuhan khusus.
Selain pemilih umum, pemilih yang menyandang disabilitas juga diberikan akses dan pelayanan yang sama dalam menggunakan hak pilihnya. Hal tersebut didukung dengan dijabarkannya spesifikasi atau kriteria Tempat Pemungutan Suara (TPS) dalam Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019. Pada Pasal 16 ayat (2) disebutkan bahwa TPS dibuat di tempat yang mudah dijangkau, termasuk oleh penyandang disabilitas, dan menjamin setiap pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung, umum, bebas, dan rahasia. Pada Pasal 17 ayat (3) disebutkan bahwa pintu masuk dan keluar TPS harus dapat menjamin akses gerak bagi penyandang disabilitas yang menggunakan kursi roda. Pada Pasal 19 ayat (1) huruf h disebutkan bahwa meja kotak suara tidak terlalu sehingga kotak suara bisa dicapai oleh umumnya pemilih, dan pemilih yang menggunakan kursi roda. Dan pada Pasal 19 ayat (1) huruf j disebutkan bahwa meja tempat bilik suara, dibuat berkolong di bawah meja yang memungkinkan pemilih berkursi roda dapat mencapai meja bilik suara dengan leluasa. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa KPU selaku penyelenggara sudah membuat regulasi menjamin kemudahan akses bagi pemilih disabilitas dalam memberikan hak suaranya sesuai dengan prinsip pemilu.
KPU Jakarta Utara merupakan penyelenggara pemilu untuk wilayah
Kota Administrasi Jakarta Utara yang untuk selanjutnya akan disebut sebagai
Kota Jakarta Utara. Dalam struktur penyelenggaraan pemilu, KPU Kota Jakarta
Utara berada di bawah struktur KPU Provinsi DKI Jakarta di level provinsi dan
KPU RI di level pusat. Sebagai penyelenggara pemilu di wilayah Jakarta Utara. KPU
Kota Jakarta Utara sudah melakukan serangkaian kegiatan untuk membantu
pemilih berkebutuhan khusus dalam memberikan suaranya pada Pemilu Serentak Nasional Tahun 2019. Pemilu tersebut dilakukan untuk memilih
presiden dan wakil presiden, anggota DPR, serta DPD. Sementara pemilu serentak
daerah untuk memilih kepala daerah, anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD
kabupaten/kota.
Bentuk kegiatan yang sudah dilakukan oleh KPU
Kota Jakarta Utara ialah dengan memberikan sosialisasi pendidikan pemilih dan
juga simulasi pemungutan suara bagi pemilih disabilitas beserta para pendamping
pemilih disabilitas (caregiver). Guna
melancarkan kegiatan tersebut, KPU Kota Jakarta Utara melibatkan Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat
(PPUA Penca) yang merupakan koalisi berbagai organisasi disa bilitas tingkat
nasional yang mewakili mayarakat penyandang disabilitas, antara lain Persatuan
Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI), Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia
(HWDI), Persatuan Tuna Netra Indonesia (PERTUNI), Gerakan Tuna Rungu Indonesia
(GERKATIN), Federasi Kesejahteraan Penyandang Cacat Tubuh Indonesia (FKPCTI),
Ikatan Syndroma Down Indonesia (ISDI), dan lain-lain yang bertujuan mewujudkan
aspirasi hak-hak politik penyandang disabilitas dalam pemilu agar lebih terjamin
dan terlindungi, atas dasar kesetaraan dan kesamaan hak dalam menyalurkan
dipilih dan hak untuk memilih secara mandiri, langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, adil, aksesibel, dan non diskriminasi. Selain itu, KPU Kota Jakarta
Utara juga membentuk Relawan Demokrasi yang mana salah satu segmennya adalah
penyandang disabilitas. Mereka bekerja selama empat bulan dan memiliki tugas
utama yaitu menerjemahkan materi sosialisasi dan informasi pemilu yang
disampaikan oleh KPU Kota Jakarta Utara kepada para pemilih dengan kebutuhan
khusus tersebut.
Sebagai upaya dalam meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana yang aksesibel bagi pemilih disabilitas, KPU Kota Jakarta Utara akan lebih memantau TPS di area Jakarta Utara agar sesuai dengan ketentuan PKPU Nomor 3 Tahun 2019. Dengan demikian, KPU Kota Jakarta Utara memiliki harapan yang besar dapat meningkatkan kesiapan dan pastisipasi pemilih Jakarta Utara non disabilitas secara umum, dan pemilih disabilitas secara khusus, untuk kembali menggunakan hak pilihnya pada pemilu serentak yang akan dilangsungkan pada tahun 2024. Yang mana pada tahun tersebut, masyarakat akan memilih calon presiden dan calon wakil presiden, calon legislatif (anggota DPR, DPD, dan DPRD), juga calon gubernur dan calon wakil gubernur.