jdih.kpu.go.id/dkijakarta/jakut – KPU Provinsi DKI Jakarta menggelar Rapat Koordinasi Penegakan Hukum dan Persiapan Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024 di Lingkungan KPU Provinsi se-DKI Jakarta. Rapat dilakukan secara hybrid, yaitu melalui tatap muka, zoom meeting, dan juga live streaming di YouTube pada Selasa, 30 November 2021, pukul 11.24 WIB, dan dihadiri oleh Anggota KPU Divisi Hukum se-DKI Jakarta, Sekretaris, dan Sub Koordinator Hukum se-DKI Jakarta.
Rapat dibuka oleh Ketua KPU Kota Jakarta Utara, Betty Epsilon Idroos, yang dilanjutkan dengan diskusi yang dipimpin oleh Muhaimin selaku moderator. Muhaimin menyatakan bahwa kedepannya pendekatan substansial yang dilakukan oleh KPU dalam menghadapi tahapan Pemilu 2024 lebih kepada electoral process. Oleh karenanya, perlu diperhatikan apa saja parameter dalam Putusan Mahakamah Konstitusi dalam Pemilu maupun Pilkada yang dijadikan persiapan dalam menghadapi penyelesaian perselisihan hasil Pemilu.
Sebagai narasumber, Hasyim Asy’ari selaku Anggota KPU RI, menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum perlu untuk dipahami dengan baik agar Penyelenggara Pemilu paham terkait aturan dan potensi-potensi masalah yang akan timbul. Selain itu, terdapat 3 aspek penting dalam penyelenggaraan Pemilu atau Pemilihan.
Pertama, Kerangka Hukum Pemilihan (Electoral Law), yaitu Undang-Undang, Peraturan KPU, Peraturan Bawaslu, Peraturan Mahkamah Konstitusi, dan Peraturan Pelaksana lainnya dalamm rangka kepastian hukum, yaitu tidak terjadi kekosongan hukum, tidak multitafsir, tidak saling bertentangan, dan dapat dilaksanakan. Kedua, Proses Pemilihan (Electoral Process), yang mana berisikan tahapan Pemilihan. Ketiga, Penegakan Hukum Pemilihan (Electoral Law Enforcement), yang teriri dari :
a. Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu/Pemilihan;
b. Pelanggaran Administrasi Pemilu/Pemilihan;
c. Pelanggaran Administrasi Pemilu/Pemilihan Secara TSM;
d. Sengketa Proses Pemilu/Sengketa Pemilihan;
e. Tindak Pidana Pemilu/Pemilihan;
f. Sengketa Tata Usaha Negara Pemilu/Pemilihan;
g. Tindak Pidana Pemilu/Pemilihan;
h. Sengketa Tata Usaha Negara Pemilu/Pemilihan;
i. Sengketa Penyelesaian Perselisihan hasil Pemilu.
Dalam Electoral Law Enforcement perlu dipersiapkan prosedur atau aturan yang jelas dan dapat dipahami oleh semua orang. Salah satu tugas Penyelenggara Pemilu ialah memastikan prosedur dapat dijadikan standar oleh pemilih dan peserta pemilu guna mewujudkan Pemilu yang berintegritas. Oleh karena itu, setiap kegiatan harus memiliki SOP yang berasal dari KPU RI. SOP sendiri memiliki dua manfaat utama, yaitu mewujudkan ketertiban dalam pelaksanaan kegiatan, dan sebagai quality control terhadap kualitas kerja.
Isu yang kerap kali muncul dalam setiap tahapan Pemilu ialah terkait daftar pemilih. Ada tiga prinsip yang harus ada dalam daftar pemilih, yaitu valid, akurat, dan mutakhir. Sejak Pemilu Tahun 2014 kewenangan menetapkan DPB ada di tingkat kabupaten/kota yang sebelumnya ada di PPS agar akuntabilitas Penyelenggara Pemilu tetap terjaga. Sebagai penutup, Hasyim Asy’ari menyampaikan bahwa KPU sebagai Penyelenggara Pemilu harus mampu membaca potensi gugatan. Potensi gugatan tersebut terdiri dari tiga varian, yaitu tempat pemungutan suara (TPS), daerah pemilihan (dapil), dan peserta pemilu.
Dalam sesi kedua, materi disampaikan oleh Narasumber Sigit Joyowardono Kepala Biro Advokasi Hukum dan Penyelesaian Sengketa KPU RI, serta dimoderatori oleh Binsar Siagian Koordinator Hukum Teknis dan Hupmas KPU Provinsi DKI Jakarta dengan tema “Pelanggaran dan sengketa Pemilihan/Pemilu”. Sigit dalam paparannya mengklasifikasikan berbagai bentuk Pelanggaran dan Sengketa.
Pemaparan materi dari Narasumber ke 2 ini berlangsung sangat kondusif. Setelah pemaran materi di akhiri dengan sesi tanya jawab yang dipandu oleh Moderator. Selanjutnya Acara tersebut ditutup pada jam 16.10 WIB oleh Moderator.