Wonogiri – KPU Kabupaten Wonogiri mengikuti Legal Drafting Penyusunan Keputusan Pemilu/Pemilihan Seri III dengan tema Teknis Penulisan Bahasa dalam Peraturan Perundang-Undangan yang dilaksanakan secara daring pada hari ini, Selasa (06/07) yang diselenggarakan oleh KPU Provinsi Jawa Tengah.
Kegiatan ini diikuti oleh Anggota KPU Divisi Hukum dan Pegawasan, Kasubbag, serta Staf Hukum dan SDM KPU Kabupaten/Kota se Jawa Tengah dengan narasumber Heny Andriana Fungsional Perancang Peraturan Perundang-Undangan Ahli Muda Kanwil Kemenkum dan HAM Jateng.
Dalam materinya Heny menyampaikan bahasa Peraturan Perundang-undangan pada dasarnya tunduk pada kaidah tata Bahasa Indonesia, baik pembentukan kata, penyusunan kalimat, teknik penulisan, maupun pengejaannya. Bahasa Peraturan Perundang-undangan bercirikan kejernihan atau kejelasan pengertian, kelugasan, kebakuan, keserasian, dan ketaatan asas sesuai dengan kebutuhan hukum baik dalam perumusan maupun cara penulisan. Dalam hal kata serapan (dari bahasa asing), perlu lebih berhati-hati untuk menempatkannya karena kemungkinan satu kata berasal dari bahasa asing tersebut mempunyai banyak pengertian jika diserap ke dalam bahasa Indonesia. Jika serapan tersebut sudah ada kata padanannya yang berasal dari bahasa Indonesia, sebaiknya menggunakan Bahasa Indonesia.
Kata/istilah yang sifatnya sangat teknis dalam Pasal/ayat dapat diberikan penjelasan Pasal atau penjelasan ayat. Rumusan dalam norma tidak boleh menggunakan bahasa asing. Dalam rumusan norma, untuk kata/istilah tertentu harus menggunakan pilihan kata yang telah ditetapkan walaupun dalam Bahasa Indonesia artinya sama. Istilah yang digunakan harus konsisten, walaupun dalam Bahasa Indonesia variasinya banyak dengan arti yang sama.
Perancang (pembentuk) peraturan perundang-undangan harus secermat mungkin untuk memilih kata-kata atau ungkapan, menyusun kalimat norma, dan menyesuaikan kalimat dan kata-kata tersebut sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Jika hal ini tidak dimiliki oleh perancang, dikhawatirkan peraturan yang dihasilkan dapat menimbulkan kebingungan pemakai atau dapat menimbulkan interpretasi lain sehingga pada akhirnya kepastian hukum yang diinginkan oleh pembentuk peraturan perundang-undangan tidak tercapai.