Peran Partai Politik dan Strategi Pendidikan Pemilih KPU menuju Pemilu Serentak 2024

Manado, jdih.kpu.go.id/Sulut- Sebagai upaya untuk: melakukan telaah dan evaluasi kerangka hukum Pemilu, mendokumentasikan hasil telaah dan evaluasi serta opini hukum, membagikan konten dokumen hukum kepada pengguna JDIH, menambah koleksi dokumen hukum (artikel dan buku hukum) perpustakaan JDIH KPU Sulut, serta untuk menstimulus minat literasi hukum di kalangan penyelenggara pemilu (komisioner dan sekretariat), maka KPU Sulut menggagas Program Menulis dan Berbagi Artikel Hukum Kepemiluan Populer. Artikel-artikel yang berbentuk opini penulis, akan diterbitkan di laman JDIH KPU Sulut dan dipromosikan di akun medsos. Isi artikel sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis.

Berikut ini adalah artikel yang dikirimkan Novie Runtukahu, Kasubag Hukum dan SDM KPU Kota Tomohon. Artikel ini dapat diterbitkan di media lainnya dengan mencantumkan sumber dari www.jdih.kpu.go.id/sulut.

=============================

=============================

 

Peran Partai Politik dan Strategi Pendidikan Pemilih KPU Menuju Pemilu Serentak 2024

Oleh:

Novie Runtukahu

(Kasubag Hukum dan SDM – KPU Kota Tomohon)

 

Esensi dari demokrasi di antaranya adalah partisipasi rakyat/masyarakat, sebagaimana pengertian umum demokrasi sebagai pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Dalam konteks ini, terkandung maksud bahwa masyarakat harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, termasuk dalam menentukan pemimpin mereka. Keterlibatan masyarakat tersebut di antaranya nampak dalam setiap proses demokrasi elektoral yaitu penyelenggaraan pemilu dan pemilihan, dimana partisipasi masyarakat/ pemilih menjadi salah satu ukuran sukses tidaknya pemilu dan pemilihan. Penggunaan istilah ‘pemilihan’ dalam tulisan ini menunjuk pada apa yang kita kenal sebagai pemilihan kepala daerah atau pilkada.

Menjelang tahapan Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024, kita semua berharap akan adanya peningkatan partisipasi masyarakat pemilih. Kondisi partisipasi pemilih yang tinggi, berdasarkan pengalaman penyelenggaraan pemilu dan pemilihan tidak datang dengan sendirinya, tetapi membutuhkan peran aktif dari setiap stakeholder dalam pemilu/pemilihan. Di dalam sistem demokrasi elektoral di Indonesia setidaknya ada tiga stakeholder utama. Ketiga unsur tersebut adalah: peserta pemilu, penyelenggara pemilu, dan pemilih.

Jika kita berbicara tentang peserta pemilu maka di dalamnya tentu ada partai politik (parpol).  Selain peserta ada juga penyelenggara pemilu. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang dimaksud dengan penyelenggara pemilu adalah KPU, Bawaslu dan DKPP. Secara normatif ketiga lembaga penyelenggara ini memiliki satu kesatuan fungsi di dalam menyelenggarakan pemilu dan pemilihan. Tentu saja, dengan tugas, kewenangan dan kewajiban masing-masing.

Unsur peserta pemilu dalam hal ini parpol dan penyelenggara pemilu dengan kewenangan teknis operasional tahapan yaitu KPU diharapkan akan mampu menggerakkan lokomotiv partisipasi pemilih. Bagaimana regulasi mengatur tentang peran parpol dan KPU dalam meningkatkan partisipasi pemilih? Sejauh mana kewenangan masing-masing elemen dalam meningkatkan partisipasi pemilih?

 

Dasar Hukum Peran Partai Politik

Jika kita menyimak UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana diubah dengan UU Nomor 2 Tahun 2011 partai politik (UU Parpol), ternyata parpol memiliki tujuan yang sangat penting dalam kaitannya dengan partisipasi politik masyarakat termasuk di dalamnya partisipasi dalam penyelenggaraan pemilu dan pemilihan. Hal tersebut dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 10 yang mengatur tentang tujuan dan Pasal 11 yang menguraikan tentang fungsi parpol.

Pada Pasal 10 ayat (1) huruf a UU Parpol dapat dilihat salah satu tujuan umum partai politik adalah mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian pada ketentuan Pasal 10 ayat (2) huruf a dan huruf c, dapat kita simak bahwa tujuan khusus partai politik diantaranya adalah untuk meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan, kemudian juga untuk membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

Selanjutnya terkait fungsi parpol yang berkaitan dengan partisipasi politik masyarakat, dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 11 ayat 1 huruf a dan huruf d UU Parpol. Dalam ketentuan tersebut diuraikan bahwa parpol berfungsi diantaranya sebagai sarana pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta sebagai sarana partisipasi politik warga negara Indonesia.

Ketentuan-ketentuan dalam UU parpol sebagaimana diuraikan di atas, telah cukup untuk menjadi landasan peran parpol dalam melaksanakan pendidikan politik untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat dalam kehidupan berdemokrasi di negara kita Indonesia. Kehidupan berdemokrasi di Indonesia tentu saja memiliki makna luas, dan termasuk di dalamnya adalah penyelenggaraan pemilu dan pemilihan sebagai sarana pelaksanaan demokrasi atau kedaulatan rakyat. Jadi, melihat ketentuan-ketentuan tersebut dan juga dalam perkembangan demokrasi kita dewasa ini, maka penulis hendak memberi penekanan bahwa peran parpol menjadi sangat penting dalam peningkatan partisipasi masyarakat/partisipasi pemilih.

Dalam konteks arti penting parpol tersebut, maka peran parpol akan sangat bergantung pada sejauh mana kemudian konsolidasi internal masing-masing parpol dan kemudian kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh parpol dalam melaksanakan pendidikan politik agar supaya masyarakat sadar akan hak dan kewajibannya. Dalam kedudukannya sebagai peserta pemilu maupun pemilihan ini akan sangat mewarnai proses penyelenggaraan demokrasi kita, baik dari aspek prosedural maupun dari aspek substansinya.

Oleh karena itu tentu KPU memiliki harapan yang besar untuk kemudian bagaimana bersama-sama bersinergi sesuai dengan kewenangan masing-masing untuk menyukseskan pemilu dan pemilihan. KPU tidak bisa sendiri untuk mensukseskan penyelenggaraan pemilu dan pemilihan. Semua stakeholder diharapkan memberikan kontribusi yang optimal demi suksesnya pemilu dan pemilihan.

Apalagi kalau kita berbicara dalam kaitan dengan konteks Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024, dimana berdasarkan undang-undang yang ada - yang tidak mengalami perubahan -  maka akan diselenggarakan pemilu nasional yang kemudian akan diikuti oleh pilkada serentak nasional yang untuk pertama kalinya diselenggarakan pada tahun yang sama. Tentu kita bisa membayangkan bagaimana kalau kemudian salah satu dari pada tiga pilar utama yaitu peserta, penyelenggaraan dan pemilih kemudian terkendala dalam memainkan perannya, maka akan sulit untuk kita mewujudkan suksesnya pemilu dan pemilihan dimaksud.

 

Strategi KPU

Jika kita lihat dari aspek filosofis dan juga aspek normatif maka pemilu dan pemilihan adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat.  Berdasarkan hal tersebut, maka tantangan terbesar bagi KPU selain memberikan pelayanan atau fasilitasi kepada peserta pemilu - tentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku - maka, yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana KPU memberikan fasilitasi atau pelayanan kepada pemilih.  Posisi pemilih dalam konteks demokrasi elektoral merupakan faktor utama, hal ini karena hakekat dari pemilu itu adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat, dan rakyat yang memenuhi syarat itu berdaulat untuk memilih para pemimpinnya. Proses memilih tersebut, tentu melalui prosedur-prosedur atau mekanisme demokrasi elektoral yang telah diatur.

Dalam menghadapi pemilu dan pemilihan serentak tahun 2024 ini, yang tahapannya dimulai sejak tahun 2022, KPU telah melakukan sejumlah upaya dan strategi yang tentu membutuhkan partisipasi dan juga support dari stakeholder terkait. KPU tidak bisa sendiri dalam menggelar pemilu dan pemilihan, karena ini adalah satu agenda nasional yang sangat strategis dan melibatkan semua warga negara, termasuk di dalamnya adalah peserta dan juga pemilih. Karenanya KPU di semua tingkatan hierarkis, harus berupaya memperkuat koordinasi, kerjasama dan juga sinergisitas antar lembaga instansi atau pemangku kepentingan.

Koordinasi, kerjasama dan sinergi tersebut misalnya dalam aspek persiapan regulasi, dalam hal pembahasan anggaran, dalam hal persiapan tahapan, termasuk juga di dalamnya bagaimana kemudian KPU yang mendorong proses sosialisasi dan pendidikan pemilih dilakukan lebih awal dan lebih baik, dalam rangka peningkatan kualitas dan kuantitas partisipasi pemilih.

Untuk urusan peningkatan kualitas dan kuantitas partisipasi pemilih, selain KPU tetap mempertahankan metode atau konsep-konsep yang sudah ada selama ini, KPU juga  mendorong sejumlah inovasi. Diharapkan dengan inovasi yang diangkat, kemudian sosialisai dan pendidikan pemilih selain bisa berjalan secara efektif, juga dimaksudkan untuk lebih mendekatkan antara KPU sebagai penyelenggara dengan masyarakat. Masyarakat yang merupakan sumber atau merupakan satu sistem sosial dimana pemilu/pemilihan berlangsung, kemudian unsur peserta pemilu, tokoh masyarakat, tokoh agama, semuanya ada di situ, itulah yang kita sebut sebagai desa atau kampung atau kelurahan yang menjadi basis kegiatan sosialisasi dan Pendidikan pemilih.

KPU saat ini mendorong program sosialisasi atau pendidikan pemilih yang disebut sebagai Program Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan. Program ini dilakukan tentu dengan maksud bagaimana membangun bersama-sama demokrasi dari desa, sesuai dengan tagline program yaitu “Dari desa untuk demokrasi dan dari desa untuk Indonesia”. Dengan membangun desa atau kampung atau kelurahan, diharapkan kearifan-kearifan lokal serta nilai-nilai demokrasi yang tumbuh dalam kultur masyarakat dalam sistem sosial dan dalam kehidupan sehari-hari di seluruh wilayah Indonesia ini akan terangkat, dan kemudian bertemu dengan kebijakan-kebijakan atau regulasi-regulasi yang ditetapkan atau diatur di pusat. Dengan demikian maka demokrasi yang kita bangun adalah demokrasi yang partisipatif, itu yang pertama. Kemudian kedua tentu kita ingin melahirkan pemilih yang mandiri, pemilih yang cerdas, dan juga pemilih yang kemudian kedepan diharapkan menjadi kader demokrasi. Ke depan tentu bagi mereka yang memenuhi syarat diharapkan bisa menjadi bagian penyelenggara badan ad hoc atau bisa juga di jenjang kelembagaan hirarki yang lebih tinggi. Tentu saja proses regenarasi ini harus kita persiapkan, apalagi kalau melihat tren terakhir ini bahwa jumlah pemilih pemula itu persentasenya cenderung meningkat. Artinya, bahwa proses regenerasi penyelenggara tidak akan terhindarkan.

Selain itu KPU juga mendorong sejumlah optimalisasi pada program-program yang ada termasuk di dalamnya mengaktifkan Badan Koordinasi Hubungan Masyarakat (Bakohumas), optimalisasi pelayanan informasi publik melalui PPID termasuk e-PPID, dan juga bentuk-bentuk inovasi lain.

Proses itu tentunya sekali lagi bisa berjalan dengan baik tidak semata-mata karena KPU, tapi bagaimana peran serta dari semua pihak. Kalau boleh disebut, bahwa Pilkada Serentak 2020 bisa kita jadikan contoh bagaimana sinergi berbagai pihak baik kementerian, lembaga, pemerintah daerah, kemudian termasuk juga aparat penegak hukum dan stakeholder yang lain yang memberikan perhatian terhadap protokol kesehatan dalam pilkada di masa pandemi Covid-19. 

Selain aspek pengalaman penyelenggaraan pemilu dan pemilihan terakhir, hal lainnya yang perlu kita jadikan satu fokus perhatian adalah bagaimana kita melihat, atau melakukan satu proyeksi terhadap potensi-potensi persoalan ke depan. Hal ini berhubungan dengan implementasi manajemen risiko dengan melakukan sebuah proses penilaian risiko (risk assessment) terhadap hal-hal yang dapat menghambat usaha peningkatan partisipasi pemilih.

 

Penutup: Sebuah Harapan di Pemilu 2024

Sebagai cerminan dari partisipasi masyarakat sebagai bagian penting demokrasi, maka dalam konteks demokrasi elektoral yakni penyelenggaraan pemilu dan pemilihan, salah satu aspek penting yang harus diperhatikan adalah bagaimana rakyat, dalam hal ini sebagai pemilih dapat berpartisipasi, bukan saja di saat pemungutan suara, namun di setiap tahapan pemilu/pemilihan. Usaha ke arah tersebut perlu diupayakan bersama oleh setiap pihak berdasarkan kewenangan yang diberikan peraturan perundang-undangan.

Sesuai amanat UU Parpol, peran partai politik cukup terbuka untuk mendorong partisipasi pemilih dalam pemilu dan pemilihan. Parpol dapat memberikan pendidikan politik kepada masyarakat termasuk anggota parpol terkait hak memilih dan dipilih. Parpol juga dapat melakukakan sosialisasi dengan memberikan informasi-informasi yang akurat kepada masyarakat terkait pelaksanaan pemilu dan pemilihan, sehingga masyarakat semakin tercerahkan.

KPU sebagai penyelenggara pemilu tentu saja punya kewajiban menyelenggarakan setiap tahapan pemilu, termasuk melakukan sosialisasi dan menstimulus partisipasi pemilih di setiap tahapan. Namun, KPU juga memiliki keterbatasan untuk menjangkau semua lapisan masyarakat. Karenanya, selain terus berupaya melakukan inovasi program sosialisasi dan pendidikan pemilih, penting juga bagi KPU dan jajarannya untuk menggandeng elemen-elemen masyarakat untuk turut terlibat dalam pendidikan pemilih. Keterlibatan tersebut juga merupakan indikator partisipasi masyarakat.

Dengan adanya sinergi antara penyelenggara pemilu, peserta pemilu dan setiap elemen masyarakat dalam melakukan sosialisasi dan pendidikan pemilih, diharapkan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 partisipasi pemilih di setiap tahapan akan semakin baik. Partisipasi pemilih yang baik dapat dilihat dari aspek kualitas dan kuantitasnya. Jika partisipasi masyarakat pemilih hasilnya memuaskan, maka hal ini pertanda rakyat benar-benar menjadi bagian dari demokrasi. Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Semoga… (22.N0.29/PMBAHK.01)