Menjaga Hak Memilih Sebagai Bentuk Perlindungan HAM
Tanggal: 11 March 2022
Oleh Supriadi Lawani
Salahsatu syarat
terciptanya pemilu yang baik adalah adanya data pemilih yang komprehensif,
akurat dan mutakhir. Untuk itu meskipun dalam penyusunan data pemilih adalah tanggung
jawab Komisi Pemilihan Umum (KPU) beserta jajarannya namun agar tercipta data
yang benar-benar komprehensif, akurat dan mutakhir tersebut perlu keterlibatan
semua pihak baik itu pemerintah, peserta Pemilihan Umum (Pemilu) maupun
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota (Pemilihan) dan tentu saja masyarakat
sipil pada umumnya. Problem yang sering terjadi dalam setiap Pemilihan Umum
(Pemilu) maupun Pemilihan Gubernur,Bupati dan Wali Kota (Pemilihan) adalah
masih adanya warga negara yang sudah memenuhi syarat sebagai pemilih
dalam arti telah memiliki Hak Memilih namun tidak dapat memberikan suaranya dikarenakan
beberapa kendala teknis yang bersifat administrasi, padahal untuk menjamin
setiap warga negara agar dapat memberikan suaranya dalam setiap penyelenggaraan Pemilu
maupun Pemilihan adalah tanggung jawab semua pihak. Ini dikarenakan hak untuk
memilih merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan catatan singkat ini ingin
membicarakan tentang Hak Memilih yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Hak Asasi Manusia (HAM).
Tentang Hak Memilih
Hak memilih adalah
hak yang diberikan negara kepada warganya dengan syarat – syarat tertentu dalam
Pemilihan Umum (Pemilu) maupun pada Pemilihan Gubernur,Bupati dan wali
kota (Pemilihan). Pada Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
pasal 198 ayat (1) disebutkan bahwa “warga
negara indonesia yang pada hari pemunggutan suara sudah genap berumur 17 (tujuh
belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin mempunyai hak
memilih”.
Kemudian pasal 199
disebutkan bahwa “ untuk dapat
menggunakan hak memilih, warga negara Indonesia harus terdaftar sebagai Pemilih
kecuali yang ditentukan lain dalam undang-undang ini”.
Selanjutnya pada
pasal 200 disebutkan “ Dalam Pemilu,
anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara republik
Indonesia tidak menggunakan haknya untuk memilih”.
Dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
Dan Walikota Menjadi Undang-Undang Menjadi Undang-Undang yang telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga
Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
Dan Walikota Menjadi Undang-Undang Menjadi Undang-Undang Pasal 56 ayat (1) disebutkan bahwa “Warga negara Indonesia yang pada hari pemungutan
suara sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin, mempunyai
hak memilih”.
Selanjutnya
pada Pasal 57 ayat (1) dikatakan bahwa “Untuk
dapat menggunakan hak memilih, warga negara Indonesia harus terdaftar sebagai
Pemilih”. Selanjutnya pasal 57 ayat (3) menegaskan bahwa “Untuk dapat didaftar sebagai Pemilih, warga
negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat: a.
tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya; dan/atau b. tidak sedang dicabut hak
pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap”.
Dari
penjelasan undang-undang tersebut diatas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa
hak memilih diberikan oleh negara kepada warga negara indonesia yang pada hari
pemungutan suara sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah
kawin atau sudah pernah kawin, bukan anggota Tentara Nasional Indonesia dan
anggota Kepolisian Republik Indonesia, tidak sedang terganggu jiwa/ingatanya
dan tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap dan warga negara Indonesia tersebut harus terdaftar
sebagai Pemilih.
Adapun
tugas dalam menyusun daftar pemilih adalah kewenangan KPU,KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota sebagaimana ketentuan pasal 14 huruf l,pasal 17 huruf l,dan
pasal 20 huruf l undang- undang nomor 7 tahun 2017.
Hak Memilih Sebagai Hak Asasi Manusia
Pangakuan dan
perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) adalah salahsatu prinsip dalam suatu
negara hukum yang demokratis begitu pula dengan negara kita Indonesia , sebagai
negara hukum yang demokratis maka dianggap menjadi suatu keharusan untuk
memasukan pasal-pasal tentang Hak Asasi Manusia (HAM) pada konstitusi kita,
sehingga pada perubahan kedua Undang-undang Dasar Nagara Republik Indonesia (UUD
1945) dimasukan pasal Pasal 28 A sampai dengan pasal 28 J UUD sebagai pengakuan
dan perlindungan konstitusional terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).
Hak memilih dalam
Pemilihan Umum (PEMILU) ataupun pada pemilihan Gubernur,Bupati dan Wali Kota
(Pemilihan) merupakan hak konstitusional warga negara, namun bukan hanya itu
hak memilih juga merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) ini dapat kita temukan
pendasarannya padaPasal 28D ayat (1)
UUD 1945 menyebutkan bahwa: “Setiap orang
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Kemudian, Pasal 28D ayat (3)
menyebutkan bahwa: “setiap warga negara
berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.”.
Selanjutnya pada
pasal 28 I ayat (5) disebutkan “Untuk
menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum
yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan”.
Walaupun
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
lebih dulu hadir dibandingkan perubahan kedua terhadap UUD 1945 namun tidak
merubah kedudukan, konsistensi dan urgensi undang-undang HAM ini sebagai
rujukan yangbersifat lebih operasional
dalam menegakan dan melindungi Hak Asasi Manusia (HAM).
Pada
pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 39 tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa“setiap warga negara berhak untuk dipilih dan
memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara
yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan”.
Pasal
28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945 serta pasal 43 ayat (1) Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusiaadalah pondasi yang menjadi tempat
berdirinya pilar dalam perlindungan dan penjagaan hak memilih bagi pemilih dalam
pemilihan umum maupun pemilihan sebagai wujud perlindungan Hak Asasi Manusia
(HAM).
Pemutahiran Data Pemilih Berkelanjutan
Sebagai Perlindungan HAM
Dalam
beberapa dekade terakhir ini Pemutahiran Data Pemilih masih merupakan rangkaian
kegiatan yang sifatnya periodik dalam satu tahapan Pemilu maupun Pemilihan dan
bukan suatu kegiatan yang bersifat berkelanjutan (kontinuitas) diluar tahapan
pemilu dan pemilihan.
Bukan bermaksud menyederhanakan namun persoalan
umum terkait pemutahiran data pemilih ini dapat kita ringkas dalam empat bagian
persoalan terkait peristiwa kependudukan, pertama adalah terkait perekaman
Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-EL), kedua data Pensiun anggota TNI/Polri
dan anggota baru TNI/Polri, ketiga data kematian dan keempat data penduduk yang
masuk maupun keluar dari suatu daerah. Inilah empat permasalahan utama diantara
banyak persoalan lain yang menjadi persoalan dalamsetiap tahapan pemutakhiran data pemilih dan
tentu saja ini akan berat diatasi jika pemutahiran data pemilih hanya bersifat
periodik dalam suatu tahapan pemilu maupun pemilihan.
Untuk
merespon situasi agar setiap warga negara yang berhak memilih dapat terjamin
haknya maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia mengeluarkan suatu
kebijkan agar pemutahiran data pemilih ini merupakan suatu rangkaian kegiatan
yang bersifat berkelanjutan (kontinuitas) dengan tujuan agar dapat menjamin
bahwa setiap warga negara yang sudah mempunyai hak untuk memilih dapat tercatat
dan terdaftar sebagai pemilih. Pada awalnya aktifitas pemutahiran data pemilih
berkelanjutan ini hanya berdasarkan surat Ketua KPU Republik Indonesia nomor
132/PL.02-SD/01/KPU/II/2021 tentang Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan
tahun 2021 kemudian disusul dengan Surat nomor 366/PL.02-SD/01/KPU/IV/2021 perihal
perubahan surat nomor 132/PL.02-SD/01/KPU/II/2021 tentang Pemutakhiran Data
Pemilih Berkelanjutan tahun 2021. Kemudian pada tanggal 12 November 2021 Komisi
Pemilihan Umum Republik Indonesia mengeluarkan
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 6 tahun 2021 Tentang Pemutakhiran
Data Pemilih Berkelanjutan yang kemudian menjadi payung hukum yang kuat dalam
pelaksanaan Pemutkhiran data Pemilih Berkelanjutan diluar tahapan Pemilu maupun
Pemilihan.
Walaupun
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
tidak menjadi pertimbangan dalam penyusunan PKPU Nomor 6 tahun 2021 Tentang
Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan namun secara implisit peraturan ini
adalah wujud dari perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dikarenakan tujuan
peraturan ini adalah untuk menjamin semua yang berhak memilih dalam pemilu
maupun pemilihan dapat tercatat dan terdaftar sebagai pemilih yang mana hal ini juga senada dan memiliki semangat yang sama
dengan pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 39 tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa“setiap warga negara berhak untuk dipilih dan
memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara
yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan”.Inilah
titik temu dari apa yang disebut sebagai menjaga hak memilih warga negara
sekaligus juga adalah salah satu bentuk perlindungan hak asasi manusia (HAM)*