Bimbingan Teknis Pedoman Audit Dana Kampanye Pemilihan Umum Tahun 2019

Samarinda, kaltim.kpu.go.id – Hari kedua bimtek Dana Kampanye Pemilihan Umum Tahun 2019, masih dengan peserta dari KPU Kabupaten/Kota Se-Kalimantan Timur dengan narasumber Viko Januardhy, S.So.,MA, selaku  Anggota KPU Provinsi Divisi Hukum dan DR. Set Asmapane, SE, M.Si, Ak, CA selaku Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman, didampingi oleh Drs. H. Syarifuddin Rusli, M.Si, selaku Sekretaris KPU Kaltim dan Tri Atmaji, S.Sos.,M.Si, selaku Kepala Bagian Hukum, Teknis dan Hupmas, Selasa (11/12).

Mengawali materi, Viko Januardhy, S.Sos.,MA mengatakan bahwa saya mencoba mereview kembali untuk pengadaan dan penunjukan Kantor Akuntan Publik (KAP) diserahkan kepada KPU Provinsi. Satu Akuntan  Kantor Publik memegang 2 partai politik dan tidak boleh parpol yang sama baik di Provinsi maupun di Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Satu akuntan publik dalam mengaudit satu partai DPD maupun Tim Capres minimal harus 3 orang yang meliputi ketua dan 2 anggota.

‘’Lanjut Viko, LPSDK tanggal 2 Januari 2019 sudah diserahkan dan tanggal 3 Jnauari 2019 diumumkan di website di laman DJIH KPU akan tetapi tidak ada sanksi yang mengatur bagi peserta yang lewat pukul 18.00 Wita pada tanggal 2 Januari 2019, akan tetapi bagi peserta partai politik di Kabupaten/Kota dan apabila jika ada  tim Capres,  hal ini akan menjadi dokumen atau pertimbangan yang akan diberikan kepada kantor akuntan publik dalam bentuk penilaian, karena laporan dana kampanye  (LDK) dari LADK, LPSDK dan LPPDK yang akan diperlukan oleh KPU disemua tingkatan adalah asersi yang tertuang di SE 1781 tentang lembar kepatuhan apakah peserta pemilu itu patuh atau tidak patuh dalam LDK sedangkan peserta yang terlambat dan dalam laporannya belum memenuhi kaidah dalam hal administratif laporan dana kampanye, misalnya di rekening khususnya kesesuaian, kepatuhan terhadapap waktu yang diberikan dan formulir-formulir yang tidak diisi dan tidak lengkap atau tidak sesuai, maka kantor akuntan publik bisa memberikan sebuah catatan dilembar tersebut bahwa “belum patuh’’.

Apalagi dalam kwitansi-kwitansi tersebut  berdasarkan hasil sensus sesuai dengan SE 1781 ada beberapa cara untuk mengambil laporan dana kampanye, transaksi dan tanda bukti untuk mengetahui bagaimana hal-hal tersebut sesuai dengan ketentuan. Diambil sebuah cara yaitu dengan cara sensus/keseluruhan. Kemudian ada juga yang disebut dengan sampel, apabila transaksinya 50 atau dibawah, ini untuk di tingkat DPD dan Partai, jelas Viko.

Pengambilan sampel diatur berdasarkan jumlah transaksi caleg yang paling banyak, jika dalam dapil DPR atau dapil di Kabupaten/Kota maka, caleg yang paling banyak akan terkena sampel. Dengan melihat Peraturan KPU dan Undang-Undang ada juga terdapat dana-dana yang dilarang. Karena kampanye kita kampanye 3 level/3 tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota cukup banyak atau sebagian dari caleg melaksanakan kampanye gabungan, pungkasnya.

Dalam kesempatan yang sama DR. Set Asmapane, SE, M.Si, Ak, CA selaku Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman menyampaikan bahwa salah satu SK KPU yang secara khusus mengatur mengenai dana kampanye adalah surat edaran nomorr 1781 dan hal ini sangat penting sehingga diatur secara khusus, oleh karena itu, ini harusnya menjadi konsen baik bagi peserta pemilu maupun KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, karena terlalu banyak resikonya bagi peserta pemilu jika banyak hal yang dilanggar  dalam penyelenggaraan penyusunan  LPPDKnya jika sudah berhadapan dengan audit, karena audit ini hanya bekerja dua regulasi yang dipatuhi yaitu regulasi yang terkait dengan pemilihan umum khususnya penyusunan laporan keuangan dan yang kedua standar pemeriksaan.

‘’Lanjut Set, kantor akuntan publik seyogyanya berpedoman pada dua hal itu saja jika tidak maka dia tidak akan idenfenden bahwa hal ini kerahasiaan yang harus dibangun bahwa bagaimana publik,  bagaimana KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota serta bagaimana peserta pemilu percaya kepada Lembaga ini yaitu Akuntan Publik. Jika ini tidak menjadi pedoman kita semua maka audit itu akan menjadi seremonial belaka.

Surat Edaran  1781 bahwa mengatur tiga hal pokok yaitu standar kualifikasi dan filternya ada di bapak/ibu di KPU Provinsi maupun di Kabupaten/Kota. Sebenarnya pekerjaan auditor hanya satu yaitu menguji  mulai dari LDK, LADK sampai dengan LPSDK dasar tersebut itulah yang digunakan kami untuk mengisi, jika laporan tersebut tidak ada buktinya pasti tidak valid akan tetapi walau ada buktipun masih harus diuji kevalidannya, apakah bukti itu layak, jadi bukan asal bukti saja, oleh karena itu pekerjaan audit adalah menguji. Pada saat menyerahkan laporan, mohon kepada KPU jangan menerima jika akuntan publiknya datang begitu saja dengan laporan yang belum selesai, jelas Set.

Mengapa hal ini perlu disampaikan kepada bapak/ibu baik hari ini ataupun besok agar kita sebagai user dari akuntan publik itu mengerti bahwa akuntan publik itu mempunyai cara kerja ada beberapa hal yang harus diperhatikan, pertama ketentuan mengenai perikatan yaitu pada klausul yang mengatur kita, membatasi dalam perikatan ini adalah memeriksa uji kepatuhan mengenai prosedur yang kita sepakati, kemudian kharaterikstik hal-hal pokok dan kriteria yang mengidentifikasi mengenai hal-hal yang kita akan identifikasi, sudah ada aturan dan regulasinya dan itu yang akan menjadi pedoman kita dalam menyusun laporan, perserikatan dan kemungkinan sumber bukti dalam hal ini apa saja yang akan dipersiapkan dan bagaimana kami dapat memahami termasuk bahwa informasi yang didapat bapak/ibu mengandung kesalahan kerugian material, pungkas Set.