MENANTI LAHIRNYA BADAN PERADILAN KHUSUS PEMILUKADA

Oleh : Chairullizza, SHI., MH

(Ketua Devisi Hukum dan Pengawasan KPU Bulungan)

 

 

Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut prinsip demokrasi. Dengan adanya prinsip demokrasi ini kedaulatan berada di tangan rakyat, dilaksanakan untuk dan atas nama rakyat. Undang-undang Dasar (UUD) 1945 yang menjadi salah satu dasar hukum tertulis menjamin pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar.”

Undang-undang Dasar (UUD) 1945  secara tegas menyatakan bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis, ketentuan ini terdapat dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota dipilih secara demokratis”.

Sesuai latar belakang perumusannya, frasa “secara demokratis” dalam pasal 18 ayat (4) UUD 1945 dapat dilakukan baik secara langsung oleh rakyat maupun secara tidak langsung oleh DPRD. Keduanya, asalkan dilakukan secara jujur dan adil serta sesuai dengan prinsip-prinsip pemilihan adalah cara yang demokratis. Pemilukada langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan daerah yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. 

Dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 072-073/PPU-II/2004 dinyatakan bahwa merupakan wewenang pembentuk undang-undang untuk menentukan apakah pemilukada dilakukan secara langsung atau tidak. Revisi Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maksud dari dipilih secara demokratis yaitu dipilih langsung oleh rakyat. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 mengatur bahwa pasangan calon kepala daerah diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah kemudian menambah bahwa sejumlah penduduk dapat mengajukan pasangan calon kepala daerah melalui jalur perseorangan.

Pemilukada memiliki tiga fungsi penting dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Pertama, memilih kepala daerah sesuai dengan kehendak bersama bersama masyarakat di daerah sehingga ia diharapkan dapat memahami dan mewujudkan kehendak masyarakat di daerah. Kedua, melalui pemilukada diharapkan pilihan masyarakat di daerah didasarkan pada misi, visi, program serta kualitas dan integritas calon kepala daerah yang sangat menentukan keberhasilan penyelenggraan pemerintah di daerah. Ketiga, pemilukada merupakan sarana pertanggungjawaban sekaligus sarana evaluasi dan kontrol publik secara politik terhadap seorang kepala daerah dan kekuatan politik yang menopang.

Ramlan Surbakti dalam mengukur pemilu yang berintegritas dengan delapan parameter pemilu demokratik, salah satu diantaranya adalah terkait keadilan pemilu (electoral justice). Menurut Ramlan Surbakti, keadilan pemilu ditandai dengan indikator-indikator sebagai berikut : Pertama, Sistem yang mampu merespon setiap pertanyaan, keluhan dan protes yang berkaitan dengan semua aspek penyelenggaraan pemilu; Kedua, semua pelanggaran ketentuan pidana pemilu, dan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu dapat ditegakkan secara adil (keadilan punitif); Ketiga, semua sengketa administrasi pemilu dan sengketa hasil pemilu dapat diselesaikan secara adil (keadilan restoratif); Keempat, mampu menyelesaikan sengketa antar pemilu (alternatif). Dan Kelima, semua pelanggaran dan pemilu tersebut diselesaikan tepat waktu.  

Undang-undang Nomor 1 tahun 2015 sebagaimana terakhir dirubah menjadi Undang-undang Nomor 6 Tahun 2020 sebagai dasar penyelenggaraan pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Wali Kota, membagi sengketa dalam pemilukada terdiri atas dua bagian. Pertama, sengketa yang terjadi anta peserta pemilihan. Kedua, sengketa antara peserta pemilihan dengan penyelenggara pemilihan. Jika diilihat kecenderungan dari beberapa penyelenggaraan pemilu terakhir, sengketa antar peserta pemilihan bisa dikatakan nihil terjadi.  Sebaliknya, sengketa antara peserta pemilihan dengan penyelenggara pemilihan cukup banyak muncul pada penyelenggaraan pemilukada terakhir, salah satunya adalah sengketa hasil pemilukada.

Sengketa hasil pemilukada adalah sengketa terhadap keputusan KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota terkait perselisihan hasil pemilihan. Pasal 156 menjelaskan bahwa perselisihan hasil pemilihan merupakan perselisihan antara KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota dan peserta Pemilihan mengenai penetapan perolehan suara hasil pemilihan. Perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilihan ini adalah perselisihan penetapan perolehan suara yang signifikan dan dapat mempengaruhi penetapan calon terpilih. Lantas pertanyaannya adalah, siapa yang berwenang mengadili sengeta perselisihan hasil pemilukada 2024?

 

Eksistensi Badan Peradilan Khusus Pemilukada

 

Melalui Undang-undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sengketa pemilukada telah dialihkan yang awalnya ditangani oleh Mahkamah Agung (MA) dialihkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Peralihan lokus penyelesaian sengketa tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 236C yang menyatakan bahwa “Penanganan sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh Mahkamah Agung dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 18 (delapan belas) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan”. Pada tanggal 29 Oktober 2008, ketua Mahkamah Agung dan Ketua Mahkamah Konstitusi bersama-sama telah menandatangani berita acara pengalihan wewenang mengadili, sebagai pelaksanaan Pasal 236C UU Nomor 12 Tahun 2008.

Namun kewenangan MK menyelesaikan sengketa perselisihan hasil hanya bertahan selama lebih kurang 5 tahun. Sebab, melalui Putusan MK Perkara Nomor 97/PUU-XI/2013, MK menyatakan tidak lagi berwenang menyelesaikan sengketa hasil pemilihan kepala daerah. Salah satu asalan yang dikemukakan dalam putusan tersebut, pemilukada bukanlah rezim pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 22E ayat (2) UUD 1945.

Putusan Nomor 97/PUU-XI/2013 kemudian ditindaklanjuti dengan penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 yang kemudian disetujui DPR menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015. UU Nomor 1 Tahun 20015 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 kemudian mengadopsi sebuah badan peradilan khusus yang diberi kewenangan untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilihan kepala daerah. Dalam praktiknya, setelah adanya Putusan 97/PUU-XI/2013, MK masih mengadili sengketa perselisihan hasil pemilukada hingga sampai pemilukada tahun 2019. 

Dalam amanat UU Pemilukada, badan peradilan khusus dibentuk paling lama sebelum pelaksanaan pemilukada serentak secara nasional. Pasal 157 ayat (1) menyebutkan, “Perkara perselisihan pemilihan diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus”. Ayat (2) menyebutkan, “Badan peradilan khusus sebagaimana ayat (1) dibentuk sebelum pelaksanaan pemilihan serentak nasional”. Ayat (3) menyebutkan, “Perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus”. Ayat (4) menyebutkan, “Peserta pemilihan  dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil perhitungan  perolehan suara oleh KPU provinsi dan KPU Kabupaten/Kota kepada Mahkamah Konstitusi”.

Badan peradilan khusus sampai saat ini belum jelas bagaimana struktur dan tata cara beracara. Sekalipun sudah diamantkan dalam undang-undang, namun keberadaan badan peradilan khusus ini masih dalam wacana. Butuh waktu untuk mendesain badan peradilan khusus yang nanti akan berwenang menyesaikan sengketa hasil pemilukada serentak nasional yang diperkirakan akan terlaksana pada tahun 2024. Hal ini tentunya akan menjadi persoalan hokum apabila sampai batas waktu, pembentukannya badan peradilan khusus pemilukada belum terbentuk juga.

Peradilan khusus adalah peradilan yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan badan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang diatur dalam Undang-Undang. Hingga saat ini terdapat delapan peradilan khusus yakni yaitu : peradilan anak, peradilan niaga, peradilan hak asasi manusia, peradilan tindak pidana korupsi, peradilan hubungan industrial, peradilan perikanan, mahkamah syariah, peradilan pajak. Enam jenis peradilan pertama masuk dalam lingkungan peradilan umum, satu peradilan dalam lingkungan peradilan agama dan satu peradilan dalam lingkungan peradilan tata usaha negara.  `

Badan peradilan khusus pemilukada dapat terbentuk dan pelaksana menkanisme paling ulama harus oleh Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan kehakiman Republik Indonesia. Kekuasaan kehakiman atau peradilan merupakan pilar ketiga dalam sistem kekuasaan negara modern, yang salah satu cirinya adalah independen dan tidak memihak. Dalam negara hukum demokrasi kekuasaan kehakiman haruslah mandiri terlepas dari campur tangan apapun dan manapun datangnya. Untuk mewujudkannya, peradilan khusus pemilukada harus memiliki kedudukan, wewenang dan hukum acara yang jelas dan kesemuannya tersebut harus dalam ataupun dengan undang-undang karena Indonesia adalah negara hukum.

Menurut pengamatan penulis, peradilan khusus pemilukada ini sebaiknya berdiri dibawah badan peradilan umum. Dimana nantinya didalam peradilan tersebut terdapat satu kamar yang akan menangani seluruh sengketa pemilukada baik sengketa yang terjadi sebelum, selama, dan setelah pelaksanaan pemilukada, kecuali pelanggaran etik tetap menjadi kewenangan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Unsur dari pemilu demokratis yaitu adanya unsur complaince with and enforcement of electoral law. Dalam kerangka ini, hukum semestinya menyediakan mekanisme yang efektif untuk pemenuhan atas pengaduan hukum dan penegakkan atas hak-hak pemilih yang memiliki kedaulatan serta menyediakan sanksi-sanksi hukum atas pelanggaran tertentu. Keberaan badan peradilan khusus pemilukada ini seyogyanya segera di bentuk, hal ini guna melakasnakan amanat Undang-undang dan memberi kepastian hokum. Harapan penulis, badan peradilan khusus pemilukada dibentuk sebelum pelaksanaan pemilihan serentak nasional yaitu tahun 2024. Semoga….