Memahami Penulisan Bahasa Peraturang Perundang-Undang Bimtek Legal Drafting (3)

Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga Negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Prosedur dimaksud adalah terpenuhinya unsur materiil, yaitu ditulis dengan jelas dan tidak multitafsir, dan unsure formil, yaitu ditulis dengan bahasa baku. “Dalam membuat peraturan perundang-undangan disusun dengan Bahasa Indonesia tetapi tidak sama dengan Bahasa Indonesia itu sendiri,” jelas Heny Andriana, Perancang Peraturan Perundang-Undangan Muda pada Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah saat menjadi nara sumber dalam kegiatan Bimbingan Teknis Legal Drafting bertajuk “Teknik Penulisan Bahasa dalam Peraturan Perundang-Undangan”, hari ini (7/6). Kegiatan yang dilaksanakan secara daring tersebut, diikuti oleh Ketua dan Anggota serta Kasubbag Hukum KPU Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah. Sebagai Pemantik adalah Anggota KPU Provinsi Jawa Tengah, Muslim Aisha.
Lebih lanjut Heny menjelaskan bahwa bahasa peraturan perundang-undangan pada dasarnya tunduk pada kaidah Bahasa Indonesia, baik pembentukan kata, penyusunan kalimat, teknik penulisan, maupun pengerjaan. Bahasa peraturan perundang-undangan bercirikan kejernihan atau kejelasana pengertian, kelugasan, kebakuan, keserasian dan ketaatan asasa sesuai kebutuhan hukum baik dalam perumusan maupun cara penulisan. “Lugas dimaksudkan agar peraturan perundang-undangan menghindari kerancuan/kesamaan arti,” terangnya.
Pada kesempatan tersebut secara detail Heny menjelaskan mengenai pentingnya memperhatikan pilihan kata atau istilah misalnya penggunaan kata “dapat”, “wajib”, “harus”, “hak” dan “wewenang”. Dijelaskan pula terkait penggunaan kata “paling”. “Penggunaan kata “paling” dapat dikategorikan dalam beberapa hal.  Untuk maksimum dan minimum misalnya, digunakan untuk perihal pidana, kemudian paling singkat dan paling lama, paling lambat dan paling cepat untuk keterangan waktu, kemudian untuk penggunaan kata paling sedikit dan paling banyak untuk keterangan uang, sedangkan untuk keterangan non uang menggunakan istilah paling rendah dan paling tinggi,” jelasnya.
Anggota KPU Provinsi Jawa Tengah, Muslim Aisha menyampaikan bahwa kegiatan sebagai upaya untuk memberikan pemahaman serta pengayaan materi kepada Anggota KPU Kabupaten/Kota dan Kasubbag Hukum tentang teknik penulisan dalam peraturan perundang-undangan. “Dalam menyusun peraturan perundangan, unsure-unsur yang harus dipenuhi diharapkan dapat dipahami, sehingga dalam menyusun kata tidak akan menghilangkan makna atau bahkan multitafsir. Selain itu prinsip kepastian hukum juga perlu diterapkan. Karena itu melalui kegiatan ini saya harapkan akan memberikan pemahaman lebih terkait hal-hal tersebut,” terang Muslim.
Anggota KPU Kabupaten Demak, Hastin Atas Asih, mengaku sangat menerima manfaat atas kegiatan yang diselenggarakan KPU Provinsi Jawa Tengah tersebut. Dikatakan Hastin bahwa eksplorasi tentang teknik penulisan bahasa peraturan perundangan-undangan dapat menjadi penambah knowledge baik dalam menyusun  maupun memahami bahasa peraturan perundang-undangan itu sendiri.