Permasalahan daftar pemilih cukup banyak mewarnai dalam pengajuan gugatan Perselisihan Hasil Pilkada Serentak 2020 di Mahkamah Konstitusi. Permasalahan daftar pemilih ini memang sangat menarik untuk dikulik, karena tidak sedikit gugatan yang diajukan Pemohon dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi, dan beberapa KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota diperintahkan untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang. Terhadap putusan MK tersebut, KPU Provinsi Jawa Tengah mencoba untuk mengupas dan melakukan kajian melalui kegiatan diskusi online bertajuk “Rabu Ingin Tau”, dengan tema “Daftar Pemilih dalam Putusan MK PHPilkada 2020, hari ini (5/5). Acara dibuka Ketua KPU Provinsi Jawa Tengah, Yulianto Sudrajat. Sebagai nara sumber Anggota KPU Provinsi Jawa Tengah, Paulus Widiantoro dan Muslim Aisha. Acara diikuti oleh Ketua, dan Anggota, sekretaris, kasubag serta staf KPU Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah.
Paulus Widiantoro menyampaikan pada pilkada serentak 2020 terdapat enam daerah yang atas putusan Mahkamah Konstitusi harus menyelenggarakan Pemungutan Suara Ulang yang diakibatkan oleh faktor permasalahan daftar pemilih. Keenam daerah tersebut adalah Provinsi Jambi, Kabupaten Halmahera Utara, Nabire, Banjarmasin, Labuhan Batu dan Morowali Utara. “Dari enam daerah tersebut, yang gugatannya spesifik terkait daftar pemilih adalah Nabire. Sedangkan lima daerah lainnya beberapa locus gugatannya menyebutkan terkait permasalahan daftar pemilih,” terangnya.
Dicontohkan Paulus, untuk Provinsi Jambi, dalil permohonan Pemohon diantaranya adalah adanya pemilih tidak memenuhi syarat di beberapa TPS yang tersebar di Provinsi Jambi. Hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 56 Undang-Undang 1 Tahun 2015, Pasal 57 dan Pasal 61 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008. Permasalahan itu muncul karena petugas KPPS tidak melakukan pengecekan data pemilih, ketika pemilih akan menggunakan hak suaranya di TPS.
“Atas gugatan tersebut, MK menerima permohonan pemohon dan memerintahkan kepada KPU Provinsi Jambi untuk menyelenggarakan Pemungutan Suara Ulang di lima kabupaten dalam waktu 60 hari sejak putusan ditetapkan. Selain itu MK juga memerintahkan KPU Jambi untuk mengangkat Ketua dan Anggota KPPS serta Ketua dan Anggota KPPS baru pada TPS-TPS yang dilakukan pemungutan suara ulang tersebut,” jelasnya.
Kemudian Kabupaten Halmahera Utara, lanjut Paulus, dalil pemohon diantaranya tidak dibuatnya TPS di PT Nusa Halmahera Mineral yang berkedudkan di Kecamatan Maliut, meskipun sudah disepakati. Selain itu, terdapat dua 2 orang pemilih yang memilih menggunakan KTP elektronik di TPS 02 Desa Tetewang sebagai pemilih DPTb namun keduanya menunjukkan bukan warga Desa Tetewang. Ada pula pemilih yang kode NIKnya bukan merupakan kode NIK Kabupaten Halmahera Utara. Kemudian adanya jumlah pemilih di daftar hadir lebih banyak dari surat suara yang terpakai.
Atas gugatan tersebut MK memutuskan menerima, dan memerintahkan kepada KPU Kabupaten Halmahera Utara untuk melakukan PSU di empat TPS. Selain itu MK juga danmemerintahkanKPU Kabupaten Halmahera Utara untuk melakukan pemungutan suara dengan mendirikan TPS khusu di lingkungan PT Nusa Halmahera Mineral bagi karyawan memenuhi syarat untuk memilih dan belum menggunakan hak pilihnya.
Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Provinsi Jawa Tengah, Muslim Aisha menambahkan pentingnya melakukan klasifikasi permasalahan yang menjadi dalil pemohon. “Kita perlu kaji dulu, yang diajukan itu masuk di tahapan pemungutan atau daftar pemilih. Itu akan memudahkan kita dalam mengurai permasalahan dan membuat jawaban Termohon,” tuturnya.
Sementara itu, Hastin Atas Asih Ketua Divisi Hukum dan Pengawas KPU Kabupaten Demak mengungkapkan, dengan mengetahui problematika daftar pemilih pada pilkada 2020 di wilayah nusantara, setidaknya dapat menjadi pembelajaran bagi KPU Kabupaten Demak. Banyak hal yang harus diantisipasi agar hal-hal yang berpotensi melanggar regulasi tidak terjadi.