Senin, 20 September 2021 KPU Kabupaten Batang mengikuti Webinar bertajuk “Penanganan Pelanggaran Administrasi Pemilihan”. Dilaksanakan oleh KPU Kota Salatiga bekerjsama dengan KPU Provinsi Jawa Tengah, mengundang Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Provinsi Jawa Tengah, Muslim Aisha, S.HI, Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Tengah, Fajar Subhi A.K. Arif, SH., MH dan Direktur Pusat Studi Hukum dan Teori Konstitusi UKSW, Dr. Umbu Rauta, S.H,M.Hum sebagai narasumber. Webinar dimoderatori oleh Ketua KPU Kota Salatiga, Syaemuri, S.Ag. dan dihadiri oleh Ketua, Divisi Hukum dan Pengawasan serta Kasubbag Hukum KPU Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah.
Narasumber dari Bawaslu, Fajar menyampaikan bahwa webinar ini perlu dilakukan di masa persiapan tahapan pemilu dan pemilihan 2024 untuk mendapatkan titik temu pola hubungan yang tepat antara KPU dan Bawaslu sebagai lembaga penyelenggara pemilu. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 secara sistematik telah mengatur bahwa KPU memiliki peran sebagai penyelenggara dan Bawaslu sebagai pengawas untuk menciptakan sistem check and balance yang baik.
“Menurut saya, KPU tidak perlu dibebani tugas tambahan terkait dengan penyelesaian pelanggaran administrasi, karena beban kerja yang diemban KPU sudah banyak,” ujarnya.
Narasumbear dari KPU Provinsi Jawa Tengah, Muslim Aisha juga menyinggung bahwa selama ini telah terjadi perbedaan pemahaman antara KPU dan Bawaslu terkait pelanggaran administrasi pemilihan. Kesalahpahaman tersebut kerap muncul pada perbedaan terminologi rekomendasi dan putusan, siapa yang memberikan rekomendasi dan putusan, tindak lanjut rekomendasi serta hasil tindak lanjut rekomendasi. “Saya berharap ke depannya, KPU dan Bawaslu dapat menjalin koordinasi dan komunikasi yang harmoni sehingga tidak lagi terjadi perbedaan pemahaman di masa mendatang” tegasnya.
Sementara narasumber dari akademisi, Umbu Rauta menjelaskan bahwa KPU merupakan lembaga penyelenggara pemilu dan pemilihan, sedangkan Bawaslu adalah lembaga pengawasan. Dia menyinggung bahwa terdapat perbedaan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 berikut perubahannya. Delegated legislation di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 diterbitkan oleh Bawaslu, sedangkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 delegated legislation diterbitkan oleh KPU. Hal tersebut dikhawatirkan akan berpotensi menimbulkan konflik kelembagaan di antara lembaga penyelenggara pemilu dan pemilihan.
Berangkat dari kekhawatiran tersebut, dia mengharapkan bahwa ke depannya, meskipun KPU dan Bawaslu merupakan dua lembaga yang berbeda, namun keduanya perlu mengutamakan legal standing masing-masing. Dan adanya kodifikasi Undang-Undang untuk menciptakan harmonisasi substansi terkait penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan. (jdihkpukabbatang)