Sambil menunggu terbitnya kebijakan nasional termaksud, BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional) sebagai pengemban tugas pembinaan hukum nasional, segera menyelenggarakan serangkaian lokakarya dan berhasil mempersiapkan sarana (infrastruktur) jaringan agar bisa operasional. Lokakarya tersebut adalah Lokakarya tentang : “Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum” di Jakarta (1975); Lokakarya tentang “Sistem Penemuan Kembali Peraturan Perundang-undangan” di Malang (1977); Lokakarya tentang “Sistem Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan” di Pontianak (1977); Lokakarya tentang “Organisasi dan Komunikasi Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum” di Jakarta (1978).
Pada 1978, dalam sebuah lokakarya yang diselenggarakan di Jakarta, menyepakati bahwa Pusat JDIH berskala nasional adalah BPHN, sedangkan anggotanya adalah Biro-biro Hukum pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pemerintah Daerah Tingkat I (berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999). Pelaksanaan kegiatan JDIH yang dilakukan oleh instansi-instansi pemerintah pada waktu itu hanya didasarkan atas kepada adanya suatu kesepakatan karena pada saat itu belum ada peraturan yang dijadikan landasan hukum dalam pelaksanaannya.
Kekosongan aturan hukum pada saat itu justru menjadi pemicu perjuangan dari beberapa instansi yang merasa telah siap untuk melakukan gerakan untuk maju dengan membentuk struktur organisasi yang memungkinkan untuk berkoordinasi, menyusun perencanaan program kegiatan, mewujudkan sarana fisik, mengumpulkan koleksi peraturan, melaksanakan pelatihan dan pendidikan Sumber Daya Manusia yang berhubungan dengan permasalahan Dokumentasi dan Informasi Hukum, termasuk kegiatan penganggaran untuk pelaksanaan semua kegiatan dimaksud, untuk kemudian Para pakar dokumentasi dan informasi hukum meletakan landasan kerja untuk pelaksanaan dan pengelolaan JDIH meliputi aspek :