PKPU 37 TAHUN 2018 (UPAYA MENJAMIN HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA)


Pendahuluan.
Pemilih Berdaulat Negara Kuat  secara filosofi tagline ini menggambarkan bahwa pemilik kedaulatan adalah rakyat, dan rakyat dalam prespektif Pemilu adalah pemilih.  Pemilu merupakan perwujudan kedaulatan rakyat untuk membentuk sebuah negara yang kuat dan berdaulat, karena pemimpin yang terpilih mendapat legitimasi daulat rakyat. KPU sebagai penyelenggara Pemilu berkewajiban untuk melayani hak pilih (hak konstitusional) warga negara, serta memastikan bahwa seluruh warga negara yang telah mempunyai hak pilih terdaftar dalam daftar pemilih dan terfasilitasi hak pilihnya  tersebut pada Pemilu Serentak tanggal 17 April 2019. Demi terwujudnya sebuah data pemilih yang  akurat, mutakhir, komprehensif dan pelayanan sempurna kepada warga negara, berbagai upaya telah dilakukan misalnya pembenahan sistem informasi data pemilih (sidalih), penguatan kapasitas SDM penyelenggara, mendengarkan masukan (evaluasi tahapan pendaftaran pemilih) dari  berbagai pihak, menerbitkan juklak dan juknis, bahkan melakukan perubahan regulasi. Dalam rangka mewujudkan visi tersebut diatas, maka KPU perlu  merubah peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2018 dengan Peraturan KPU Nomor 37 tahun 2018 tentang Penyusunan Daftar Pemilih di Dalam Negeri dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum.

Point- point penting Peraturan KPU nomor 37 tahun 2018.
Beberapa catatan perubahan meliputi : Pertama, pengaturan pendaftaran pemilih berkelanjutan baik dari sisi waktu dan prosedurnya. Kedua, adanya jaminan hak pilih bagi seluruh warga negara untuk terdaftar dalam daftar pemilih termasuk penyandang disabilitas mental/orang dengan gangguan jiwa. Ketiga, adanya perbaikan pemilih pasca ditetapkannya DPT, sehingga dalam peraturan ini dikenal istilah DPT Hasil perbaikan (DPT HP). Keempat, fasilitasi bagi pemilih dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb). 

1. Pendaftaran pemilih berkelanjutan. 
Perubahan pada angka 29 Pasal 1 jo pasal 6 A. “Data Kependudukan adalah data yang meliputi data agregat kependudukan per kecamatan, Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu, data kependudukan yang dikonsolidasi setiap 6 (enam) bulan sekali yang disediakan oleh Menteri Dalam Negeri, data Warga Negara Indonesia yang bertempat tinggal di luar negeri yang disediakan oleh Menteri Luar Negeri”. Perubahan ini sejalan dengan tekad KPU mewujudkan pendaftaran pemilih yang berkelanjutan, pendaftaran pemilih dengan model ini diharapkan lebih menjamin data pemilih yang sempurna, karena dilakukan secara terus menerus tidak hanya pada saat dilaksanakannya Pemilu . Pendaftaran pemilih berkelanjutan  dilakukan KPU paling lama 1 (satu) bulan setelah selesai proses penyusunan data kependudukan hasil konsolidasi, yang digunakan sebagai bahan tambahan dalam melaksanakan pemutakhiran data Pemilih.


2. Dihapuskannya syarat pemilih bagi pemilih dengan ganngguan jiwa  
Melalui PKPU ini maka ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf b dan ayat (3) dihapus ). Sehingga syarat pemilih adalah : 
a. genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih pada hari pemungutan suara, sudah kawin, atau sudah pernah kawin; 
b. dihapus; 
c. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; 
d. berdomisili di wilayah administratif pemilih yang dibuktikan dengan KTP-el; 
e. dalam hal pemilih belum mempunyai KTP-el sebagaimana dimaksud dalam huruf d, dapat menggunakan surat keterangan yang diterbitkan oleh dinas yang menyelenggarakan urusan kependudukan dan catatan sipil setempat; dan 
f. tidak sedang menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia. 

Ketentuan yang dihapus adalah syarat pemilih “tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya”. Pasal 4 ayat 2 (b) jo pasal 4 ayat (3)  Peraturan KPU Nomor 11 tahun 2018 menyatakan: “Pemilih yang sedang terganggu jiwa/ingatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, sehingga  tidak memenuhi syarat sebagai pemilih, harus dibuktikan dengan surat keterangan dokter”. Kehati-hatian pencatatan SDGJ diinstruksikan  KPU RI melalui Surat Edaran (SE) Nomor 1401/PL.02.1-SD/01/KPU/XI/2018 tentang Pendaftaran Pemilih Bagi Penyandang Grahita/Ganguan Mental. Namun, melihat perkembangan masyarakat dan setelah melakukan evaluasi, KPU menyimpulkan bahwa ketentuan tersebut  diskrimitatif, potensial menghilangkan hak pilih warga negara, padahal dimungkinkan kondisi terganggu jiwa dan ingatannya bisa permanen maupun tidak permanen. Sejalan dengan Pasal 73 UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa dan Pasal 150 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pemeriksaan kesehatan jiwa untuk kepentingan hukum dilakukan oleh spesialis kedokteran jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan. Gangguan jiwa atau ingatan memiliki dimensi yang luas, yang tidak selalu berakibat pada ketidakcakapan memilih dalam pemilihan umum. Negara, melalui instrumen UU, seharusnya melakukan upaya untuk menjamin dan memastikan agar semua warga negara memiliki aksesibilitas yang baik untuk menggunakan hak memilihnya. Upaya itu harus dilakukan dengan mengatasi segala hambatan warga negara untuk berpartisipasi menggunakan hak memilihnya, termasuk warga negara dengan disabilitas mental. (putusan MK nomor 135/PUU-XIII/2015). 

3. Daftar Pemilih Tetap hasil perbaikan ( DPT HP)
Perbaikan Daftar Pemilih Tetap  diatur pada bagian ke 3 PKPU Nomor 37 Tahun 2018. Sesungguhnya DPT merupakan produk final dari serangkaian proses pemutakhiran daftar pemilih. Disisi lain KPU bertekad mewujudkan daftar pemilih yang sempurna. Namun  pada saat Pleno Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap  Nasional tanggal 5 September 2018 terdapat masukan  dari  Bawaslu dan peserta Pemilu  yang disertai data bahwa DPT masih belum sempurna, pada kesempatan tersebut Bawaslu  merekomendasikan kepada KPU untuk melakukan penyempurnaan DPT. Masukan inilah yang menjadi dasar bagi KPU untuk melakukan perbaikan DPT. Sebagaimana diatur dalam Pasal 35A (1) yang berbunyi “Dalam hal setelah DPT ditetapkan dan/atau diumumkan, terdapat masukan dan tanggapan dari masyarakat, peserta Pemilu, dan/atau rekomendasi Bawaslu, KPU dapat melakukan perbaikan DPT yang bertujuan untuk melindungi hak pilih warga Negara“. Perbaikan DPT meliputi : a. mencoret Pemilih yang tidak memenuhi syarat sebagai Pemilih; b. melengkapi atau memperbaiki elemen daftar Pemilih; dan/atau c. menambah pemilih baru .

4. Penambahan kriteria/fasilitasi bagi Pemilih Pindahan (DPTb) dan Lampiran A5 KPU.
Perbaikan fasilitasi bagi pemilih pindahan serta prosedurnya.( pasal 36 jo pasal 38 ),  yang mengatur 2(dua) hal, pertama jaminan bagi narapidana maupun tahanan, kedua penambahan krtiteria bagi pemilih pindahan.
Perubahan ketentuan Pasal 36 ayat (2) huruf e dan ayat (3) ditambahkan 1 (satu) Kondisi tertentu dimana seorang pemilih bisa dikategorikan sebagai pemilih tambahan yakni “bekerja di luar domisilinya”. Perubahan ini dilakukan sebagai upaya menjamin hak pilih warga negara yang telah terdaftar dalam DPT namun karena sesuatu hal tidak dapat menggunakan hak pilihnya di TPS dimana yang bersangkutan terdaftar. Atas pemilih pindahan ini PPS wajib melakukan pengecekan data KTP-El dan soft file melalui Sidalih, serta melaporkan kepada KPU Kabupaten/Kota untuk menghapus dari DPT asal. Sesuai ketentuan jumlah pemilih per TPS paling banyak 300 pemilih,  dalam hal jumlah Pemilih DPTb pada suatu tempat melebihi jumlah maksimal Pemilih di TPS, dapat dibentuk TPS berbasis Pemilih DPTb.  

Penutup
PKPU Nomor 37 tahun 2018 merupakan perubahan dari PKPU Nomor 11 Tahun 2018, untuk mewujudkan data pemilih yang sempurna, akurat/valid , termutakhir, komperhensif dalam rangka melayani pemilih. Kerja keras yang dilakukan oleh PPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota , KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU RI adalah sebuah jembatan menuju Pemilu yang berintegritas.


 Siti Ghoniyatun
Anggota KPU DIY