MEDIA SOSIAL, TREND ‘BARU’ MEDIA KAMPANYE

 
 Oleh: Alrisa Ayu Candra Sari[1]

 

Media sosial (medsos) hadir sebagai akibat dari perkembangan teknologi, memberikan pengaruh pada penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) di Indonesia. Media Sosial menjadi trend ‘baru’ media kampanye. Peserta pemilu berbondong-bondong memanfaatkan medsos sebagai media kampanye. Medsos dinilai efektif sebagai media untuk berkampanye atau menyampaikan visi, misi, dan program; menciptakan dan meningkatkan citra peserta pemilu; serta melakukan komunikasi dengan publik. Hal ini mengingat medsos merupakan sebuah aplikasi berbasis internet yang memberikan wadah kepada masyarakat untuk berkomunikasi, beraktivitas di ruang yang bebas, terbuka, tanpa batas, dan relatif cepat.

Seiring meningkatnya penggunaan media sosial sebagai media kampanye, pemerintah pun dirasa perlu melakukan pengaturan terkait dengan penggunaan medsos sebagai media kampanye agar penggunaannya lebih bertanggungjawab. Melalui Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri[2], telah dikeluarkan kebijakan yang mengatur kampanye dengan menggunakan media sosial. 

Perkembangan Media Sosial

Media sosial merupakan salah satu bentuk perkembangan dari internet. Media Sosial terbentuk pada tahun 1978. Pada tahun 1978 ini ditemukan Sistem Papan Buletin. Sistem Papan Buletin membantu untuk masyarakat untuk mengunggah atau mengunduh informasi, berkomunikasi dengan menggunakan surat elektronik yang koneksi internetnya masih terhubung dengan saluran telepon dengan modem.[3] Kemudian setelah ini berkembang situs GeoCities (1995) Sixdegree.com (1997), Blogger (1999), Friendster (2002), LinkedIn (2003), MySpace (2003), Facebook (2004), Twitter (2006), Wiser (2007), dan Google+ (2011).

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Tahun 2013, mengungkapkan pengguna internet di Indonesia di Tahun 2013 mencapai 63 juta orang. Dari angka tersebut, 95 persennya menggunakan internet untuk mengakses jejaring sosial. Hasil dari survei yang dilakukan oleh Kementrian Kominfo (Suara Merdeka, 27 Maret 2015), menunjukkan 5 media sosial terpopuler di Indonesia secara berurutan adalah, Facebook dengan 65 juta pengguna, Twitter 19,5 juta pengguna, Google+3,4 juta pengguna, LinkedIn 1 juta pengguna, dan Path 700 juta pengguna.[4]

 

Teori Komunikasi Kekuasaan dan Media Sosial

            Teori komunikasi kekuasaan merupakan teori yang menganggap seseorang dapat merubah persepsi masyarakat untuk mendapatkan kekuasaan yang diinginkan, yaitu dengan menguasai komunikasi.[5] Castells, berpendapat bahwa berbagai hubungan kekuasaan (power) ini dapat diubah oleh aktor-aktor sosial yang menghendaki perubahan sosial dengan mempengaruhi pikiran publik.[6] Salah satu cara untuk mempengaruhi pikiran publik adalah dengan menggunakan media sosial. Apabila mengacu pada tulisan ini, maka media sosial ini digunakan oleh peserta atau kontestan dalam pemilihan umum sebab dianggap mampu mempengaruhi pikiran publik untuk memilih peserta pemilu itu secara lebih efektif.

 

Media Sosial sebagai Alat Komunikasi Politik dalam Kampanye

            Media sosial dipercaya dapat digunakan sebagai alat komunikasi politik dalam kampanye semenjak adanya kemenangan Barrack Obama sebagai Presiden Amerika Serikat pada Tahun 2008. Kemenangan Barrack Obama dengan bantuan media sosial twitter, menjadi perhatian khusus para peneliti marketing politik di dunia. Semenjak ini pula, penggunaan teknologi informasi dan media sosial sebagai alat komunikasi dalam kampanye menjadi sebuah trend baru. Para kontestan pemilu di Indonesia pun ramai-ramai melakukan hal serupa. Mulai dari level Pemilihan Presiden sampai dengan Pemilihan Legislatif.[7]

            Seiring gencarnya penggunaan media sosial sebagai alat komunikasi politik dalam kampanye, berbagai permasalahan pun muncul di lapang. ‘Kampanye hitam’ (black campaign) untuk menjatuhkan kontestan lain atau lawan politik semakin mudah dilakukan dan tidak terkendali. Hal ini karena medsos membuka ruang yang bebas, terbuka, tanpa batas, dan cepat. Para kontestan pemilu pun berlomba-lomba mempengaruhi pikiran publik dan berebut simpati pada ruang yang bebas dan tanpa batas itu. Dengan adanya fenomena ini, tentu pemerintah tidak bisa tinggal diam. Penyikapan dari pemerintah melalui kebijakannya sangat dibutuhkan untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan di negara ini.

 

Kebijakan Penyelenggara Pemilu: Kampanye dalam Media Sosial

Semakin berkembangnya penggunaan media sosial sebagai alat komunikasi politik dalam kampanye, maka perlu disikapi pemerintah dengan sebuah kebijakan. Hal ini bertujuan agar penggunaan medsos sebagai alat kampanye lebih bertanggung jawab. Kebijakan pemerintah terkait penggunaan medsos sebagai media kampanye, diantaranya tertuang pada Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2015 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/ atau Walikota dan Wakil Walikota, serta Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2015 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/ atau Walikota dan Wakil Walikota.telah mengambil sikap dengan mengeluarkan kebijakan yang diantaranya tertuang dalam Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2015 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/ atau Walikota dan Wakil Walikota, serta Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2015 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/ atau Walikota dan Wakil Walikota.
Pada Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2016 tersebut, antara lain mengatur mengenai a) materi kampanye dan b) ketentuan kampanye dengan menggunakan medsos. Materi kampanye dengan menggunakan medsos dapat berupa tulisan, suara,  gambar, tulisan dan gambar,  dan/atau suara dan gambar, yang bersifat naratif, grafis, karakter,  interaktif atau tidak interaktif, serta yang dapat diterima melalui perangkat penerima pesan.[8] Sedangkan ketentuan kampanye dengan menggunakan medsos ialah, Pasangan Calon atau Tim Kampanye dan/atau Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang akan melakukan kampanye di medsos, wajib mendaftarkan akun resmi medsos kepada KPU sesuai tingkatannya paling lambat 1 (satu) hari sebelum masa Kampanye, pendaftaran akun medsos menggunakan formulir Model BC4-KWK dan disampaikan kepada KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota; Bawaslu Provinsi atau Panwas Kabupaten/Kota; Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai tingkatannya, serta mereka juga wajib menutup akun resmi di media sosial paling lambat 1 (satu) hari setelah masa kampanye berakhir. []

 


 

[1]Merupakan Staf Operator Website, Sekretariat KPU Provinsi Jawa Timur.

[2] Disebutkan di dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

[3] Diakses dari Shara, Yuni. 2016. Perkembangan Media Sosial. http://yunisharayy.blogspot.co.id/ 2016/04/perkembangan-media-sosial_9.html [12 Desember 2016]. 
[4] Ayun, Primada Qurrota. 2015. Fenomena Remaja Menggunakan Media Sosial dalam Membentuk Identitas. Vol. 3 (2): 1-16.

[5] Laili, Indah Nur. Politik dan Internet: Fungsi Internet dalam Kampanye Pemilihan Anggota DPRD Kota Surabaya.

[6] Purnama, Finsensius Yuli. 2015. NodeXL dalam Penelitian Jaringan Komunikasi Berbasis Internet. Vol. 12(1): 19-34.

[7] Laili, Indah Nur. Politik dan Internet: Fungsi Internet dalam Kampanye Pemilihan Anggota DPRD Kota Surabaya. 
 
[8] Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2016, Pasal 46.